Dewi Puspita Sari

Selasa, 11 Desember 2012

Reshuffle Kabinet Bukan Solusi Mendasar

Setelah ditunggu-tunggu sejumlah kalangan, kemarin (Senin, 7/5/07), Presiden SBY secara resmi akhirnya mengumumkan hasil reshuffe terbatas Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya, sejumlah media telah melansir isu reshuffle kabinet di Indonesia, khususnya setelah pernyataan pers yang disampaikan Presiden di Bogor, Jawa Barat (15/04/2007).
Dari sejumlah komentar terkait dengan masalah ini, terdapat komentar KH Hasyim Muzadi (19/04/2007) yang menyatakan, bahwa reshuffle itu harus lebih baik dan bukannya malah lebih buruk. Presiden PKS (20/04/2007) juga menyatakan, bahwa reshuffle tersebut penting segera dilakukan di bidang ekonomi, karena kondisi ekonomi dalam keadaan stagnan. Ada juga komentar yang bernada pesimis dari peneliti LIPI, Syamsuddin Haris (19/04/2007), yang menyatakan bahwa reshuffle kabinet tersebut tidak akan memberikan solusi apapun, karena kita telah melakukannya, dan reshuffle juga pernah kita lakukan pada akhir tahun 2005, namun kondisi pemerintahan tidak lebih baik dari sebelumnya.
Memang benar, ada masalah besar. Masyarakat secara umum juga merasakan beban ekonomi, sebagai dampak dari masalah tersebut. Biro Pusat Statistik telah mempublikasikan, bahwa jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2005 sebanyak 30 juta jiwa, dan pada tahun 2006 naik menjadi 39,5 juta jiwa. Bahkan, Bank Dunia mengatakan bahwa di Indonesia terdapat 110 juta orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Padahal, di Bank Indonesia terdapat uang sebanyak Rp 210 triliun yang mandeg dan tidak diputar di tengah masyarakat. Negara pun harus membayar bunganya kepada para nasabah, tanpa bisa memanfaatkannya untuk menggerakkan roda perekonomian di Indonesia. Negara juga terpaksa membelanjakan Rp 744 triliun untuk membayar utang sebelumnya berikut bunganya, atau sebesar 30% APBN. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, pertahanan, dan keamanan secara keseluruhan.
Pemerintah mengklaim telah mengerahkan segenap daya dan upaya untuk memperbaiki kondisi yang ada. Namun, alih-alih menjadi lebih baik, kondisinya justru semakin memburuk. Masyarakat pun semakin gerah dan pesimis, termasuk para menteri dan mereka yang duduk di pemerintahan. Harian Republika (19/04/2007), misalnya, telah menurunkan laporan bahwa ada 13 menteri (dari 35 menteri) terkena serangan jantung atau stroke. Karena itu, salah seorang pendukung rezim ini mengatakan (15/04/2007), “Kegagalan Presiden Yudhoyono untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat akan menyebabkan mereka putus asa terhadap demokrasi, setelah keputusasaan dan pesimisme tersebut menjangkiti seluruh lapisan masyarakat.”
Wahai Kaum Muslim di Indonesia:
Masalahnya sesungguhnya bukan hanya terletak pada orangnya, juga bukan hanya pada bidang ekonomi saja. Sesungguhnya akar masalahnya ada pada pondasi sistem yang mengakar di tengah masyarakat, juga terletak pada diri mereka yang disebut sebagai penguasa, intelektual dan para pakar—meski hakikatnya mereka bukanlah penguasa, intelektual dan para pakar; karena mereka hanyalah orang-orang yang mengekor Barat secara membabi buta. Allah SWT berfirman:
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى. وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka siapa saja yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka; siapa saja berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta. (QS Thaha [20]: 123-124).
Masalah seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir merata di seluruh negeri Islam yang lain, bahkan seluruh negara yang disebut sebagai Dunia Ketiga. Para penguasa di Dunia Ketiga—termasuk di dalamnya negeri-negeri Islam—tidak percaya, baik kepada diri mereka sendiri, para intelektual, maupun pakar-pakar mereka. Mereka hanya percaya kepada para pakar dari Barat dan nasihat-nasihat mereka. Padahal sudah diketahui, Barat bertindak berdasarkan asas manfaat secara individualistik. Negara-negara Barat juga tidak pernah mempunyai nasihat yang jujur. Sebaliknya, mereka justru menyesatkan siapa saja yang meminta nasihatnya. Tujuannya adalah untuk merampas kekayaan dunia dengan cara-cara yang lunak, jika mereka bisa; jika tidak bisa, mereka pun menggunakan cara-cara berdarah dan destruktif jika memang mengharuskan seperti itu. Persis seperti yang telah dan tengah dilakukan oleh Amerika saat ini di Irak, Afganistan, Somalia, dan Sudan…Terpecahnya wilayah Indonesia juga tidak jauh dari makar mereka. Namun, dengan izin Allah, makar mereka akan kembali membinasakan mereka sendiri.
Berbagai nasihat menyesatkan yang diberikan oleh negara-negara Barat penjajah di bidang ekonomi adalah seperti privatisasi kekayaan yang dikelola oleh negara (BUMN), dan keharusan adanya investasi asing. Umumnya, penjualan kepemilikan negara dan kepemilikan umum itu dilakukan kepada perusahaan-perusahaan asing, karena mereka memiliki modal, sementara rakyat negeri ini sendiri miskin, dan hanya memiliki sedikit modal. Ketika perusahaan-perusahaan asing itu datang untuk menanamkan modalnya di dalam negeri, mereka menuntut dibuatnya berbagai perundangan khusus untuk mereka, yang membebaskan mereka dari pajak, serta membolehkan mereka untuk memasukkan dan mengeluarkan apa saja yang mereka peroleh. Mereka juga berhak menyelesaikan berbagai sengketa dengan negara tuan rumah, bukan dengan undang-undang negara ini, melainkan dengan undang-undang tersendiri yang telah dibuat, atau dengan menggunakan undang-undang internasional. Negara-negara asing yang menjadi induk perusahaan-perusahaan ini juga bisa melakukan intervensi, jika memang diperlukan, untuk melindungi hak-hak yang menjadi konsesi perusahaan-perusahaan tersebut. Akhirnya, perusahaan-perusahaan multinasional tersebut benar-benar menguasai perekonomian dunia, dan atas jaminan dari undang-undang perdagangan internasional yang dipaksakan oleh Amerika atas nama globalisasi. Globalisasi inilah yang juga telah membuka peluang negara-negara kaya untuk meningkatkan cengkeraman mereka terhadap negara-negara miskin dan menjadikannya semakin miskin, membebek dan tunduk. Allah SWT telah memperingatkan kita akan hal itu dengan firman-Nya:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin. (QS an-Nisa’ [4]: 141).
Saat ini, Indonesia telah membuat undang-undang penanaman modal yang baru. Lalu apa gunanya reshuffle menteri dengan menteri yang lain, betapapun hebatnya kemampuan sang menteri itu, jika dia ditempatkan di dalam sebuah sistem yang akan membuatnya menyeleweng, sementara dia sendiri tidak mampu mempengaruhi sistem tersebut? Itu tak ubahnya seperti ungkapan penyair:
]ألقاهُ في اليَمِّ مكتوفاً وقال له: إيّاكَ إيّاكَ أن تَبْتَلّ بالماءِ[
Dia melemparnya ke laut dengan tubuh terikat dan berkata kepadanya:
Hati-hati, air itu akan membasahimu!
SWT telah mengingatkan kita dengan firman-Nya:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(Yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus. Karena itu, ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain),karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kalian bertakwa. (QS al-An‘am [6]: 153).
Indonesia adalah negara besar dan kaya. Indonesia mempunyai tangan-tangan terampil yang rajin dan murah. Indonesia juga bisa menjadi pasar konsumen yang bisa digunakan untuk menjual hasil-hasil pertanian, industri dan perdagangannya; tentu jika semuanya itu berjalan mengikuti sistem yang benar serta pemerintahan yang ikhlas dan terbebas dari penyesatan para pakar asing itu. Sayang, pada masa Soeharto, misalnya, Indonesia telah mengikuti berbagai rekomendasi Bank Dunia dan IMF hingga mata uang dan perekonomiannya terperosok. Namun, semuanya itu tidak membuatnya sadar dan menjadi pelajaran. Mereka yang disebut pakar dan intelektual di Indonesia dan Dunia Ketiga selalu memandang negara-negara Barat sebagai negara yang sukses secara ekonomi. Sebabnya, pendapatan perkapita di sana mencapai 20 atau 30 kali lipat pendapatan perkapita di negara-negara Dunia Ketiga. Karena itu, mereka (para pakar dan intelektual) pun segera mengambil nasihat dan masukan dari negara-negara Barat tersebut. Mereka tidak tahu, bahwa pendapatan tinggi negara-negara Barat, yang paling besar, adalah hasil penjajahan mereka terhadap kita dan perampokan mereka terhadap kekayaan alam kita; juga dari larangan terhadap negeri kita untuk menjadi negara industri agar tetap menjadi pasar bagi produk-produk industri mereka. Mereka mengambil bahan-bahan mentah dari negeri kita dengan harga semurah-murahnya dan menjualnya kembali kepada kita dalam bentuk produk industri dengan harga setinggi-tingginya. Jadi, kemakmuran ekonomi di Barat bukanlah merupakan bukti atas kesahihan sistem ekonomi mereka, tetapi itu justru mebuktikan perampokan mereka terhadap kekayaan alam kita dan larangan mereka terhadap para penguasa kita untuk membangun industri berat, serta menghalang-halangi negeri kita agar tidak terbebas dari belenggu penjajahan mereka.
Wahai Kaum Muslim di Indonesia dan di Seluruh Dunia:
Kita saat ini berpeluang untuk menjadi negara adidaya di dunia. Sungguh, umat Islam pernah menduduki posisi negara adidaya dunia selama berabad-abad ketika berada di bawah naungan satu negara (Khilafah). Allah SWT benar-benar telah menghendaki umat ini menduduki posisi tersebut, berdasarkan firman-Nya:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kemakrufam dan kemungkaram, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3]: 110).
Sesungguhnya Allah telah memuliakan kita dengan risalah Islam. Allah telah memerintahkan kita agar menjadi pemimpin dunia. Allah telah memuliakan kita dengan menjadikan negeri kita kaya akan berbagai kekayaan materi yang dibutuhkan oleh dunia. Allah juga telah menjadikan kita berada pada posisi strategis yang menentukan kepemimpinan dunia. Secara kuantitatif, jumlah (demografi) kita juga cukup untuk memimpin dunia. Ketika umat Islam memimpin dunia, umat ini tidak memimpin dunia untuk menumpahkan darah, merampok kekayaan alamnya dan menghinakan dunia. Namun, umat ini memimpinnya untuk mengubah dunia dari kegelapan menuju cahaya, dari kesesatan menuju petunjuk, dan dari kenestapaan menuju kebahagiaan. Allah SWT telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa risalah ini sebagai rahmat bagi seluruh dunia (rahmatan lil ‘alamin):
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tiadalah kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS al-Anbiya’ [21]: 107).
Lalu, apakah kita masih memiliki keimanan dan keinginan kuat seperti ini, dan bersedia menyambut seruan Rabb kita?
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا ِللهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika dia menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian (QS al-Anfal [8]: 24). []

Pangkal Kisruh BBM Bersubsidi: Liberalisasi Migas

[Al-Islam 633] Pemerintah tak akan merealisasikan wacana satu hari tanpa BBM bersubsidi untuk melakukan penghematan. Pasalnya, besaran angka penghematan tak signifikan, apalagi dikhawatirkan akan ada gejolak di tengah masyarakat akibat tak adanya BBM bersubsidi (Kompas.com, 27/11).
Awalnya Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mewacanakan hari Ahad 2 Desember sebagai Hari Tanpa Bensin Bersubsidi. Rencananya, pada hari itu semua SPBU di pulau Jawa Bali dan lima kota besar di luar pulau Jawa Bali yaitu Medan, Batam, Palembang, Balikpapan dan Makasar, tidak melayani penjualan BBM bersubsidi dari pukul 06.00 – 18.00, dan tetap melayani penjualan BBM non subsidi.
Semua itu berawal dari masalah kuota BBM bersubsidi yang diperkirakan akan habis sebelum 31 Desember. Kuota BBM bersubsdi di APBN-P 2012 telah ditambah dari 40 juta kiloliter (APBN 2012) menjadi 44,04 juta kiloliter. Sejak awal, kuota APBN-P itu sudah diprediksi tidak akan cukup. Menurut Pertaminan, idelanya kuota BBM bersubsidi itu sebesar 45,25 juta kiloliter.
Karena itu, Pemerintah menilai perlu dilakukan pengendalian distribusi BBM bersubsidi agar kuota tidak terlampaui. Secara nasional, kuota BBM bersubsidi diperkirakan akan habis tanggal 24 Desember. Untuk mengendalikannya, BPH Migas pada tanggal 7 November mengeluarkan surat edaran tentang pengendalian distribusi sisa kuota BBM bersubsidi 2012. Caranya dengan memotong jatah harian di semua SPBU dan penyalur lain 1-35% sesuai dengan kuota. Strategi ini dijalankan mulai 19 November.
Setelah 2-3 hari pelaksanaannya mulai tampak antrean panjang di sejumlah wilayah dan mengakibatkan kepanikan masyarakat. Penggunaan metode kitir oleh Pertamina itu justru menimbulkan ketegangan karena panjangnya antrian di beberapa SPBU di daerah seperti Batam, Pangkal Pinang, Bangka Belitung dan Kaltim. Bahkan di Barong Tongkok kabupaten Kutai Barat Kaltim, terjadi ketegangan berbuntut kerusuhan pada Sabtu dini hari (24/11) dan Minggu Pagi (25/11). Mess karyawan pom bensin dan sekitar 400 kios pasar ludes terbakar (lihat, Gatra.com, 27/11).
Melihat kejadian itu dan potensi terjadinya kejadian serupa di daerah-daerah lain, Pertamina menghentikan pengendalian BBM bersubsidi dengan strategi pengkitiran itu. Akibat penghentian itu, Pertamina memperkirakan kelebihan kuota BBM bersubsidi bisa mencapai 1,27 juta kiloliter. Menurut Wamen ESDM Rudi Rubiandini, BPH Migas dan Pertamina mengatasinya dengan memberi ide agar penyaluran Premium dicicil sedikit demisedikit. Contohnya dalam sehari ada sekitar tiga jam penjualan Premium ditahan(Republika, 27/11).
Over kuota itu sejak awal sudah diperkirakan oleh banyak pihak. Namun terlihat pengaturan dan pengendaliannya tidak berjalan dan diperparah dengan banyaknya kebocoran. Kaena itu menurut Menkeu, pengendalian BBM bersubsidi dapat dilakukan dengan menutup lubang kebocoran akibat maraknya penyelundupan. Menurutnya, pengandalian harus dilakukan di sektor tambang dan perkebunan. Industri di dua sektor itu banyak menikmati jatah BBM bersubsidi di daerah (lihat, Republika, 27/11).
Masalah kebocoran ini sebenarnya sudah diketahui sejak lama. Namun seolah pemerintah tak berdaya menindaknya, atau mungkin tak serius. Terkesan semua masalah yang terkait dibiarkan. Agaknya semua itu ditambah dengan berbagai wacana dan propaganda seputar subsidi membahayakan APBN dan tidak tepat sasaran untuk menguatkan situasi dan membentuk opini di masyarakat agar bisa menaikkan harga BBM.
Pangkalnya Liberalisasi Migas
Semua kekisruhan seputar BBM itu berpangkal pada liberalisasi migas yang sudah direncanakan sejak lama. Liberalisasi migas itu sepenuhnya perintah asing yang dipaksakan IMF, dituangkan di dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000). Juga diperintahkan oleh Bank Dunia dengan menjadikannya syarat pemberian utang seperti tercantum di dalam dokumen Indonesia Country Assistance Strategy (World Bank, 2001). Langkah strategisnya adalah dengan dibuat UU Migas yang mengamanatkan liberaliasasi. Untuk memastikannya, mereka kawal sejak penyusunan rumusan UU. Dokumen program USAID, TITLE AND NUMBER: Energy Sector Governance Strengthened, 497-013 menyebutkan: “Tujuan strategis ini akan menguatkan pengaturan sektor energi untuk membantu membuat sektor energi lebih efisien dan transparan, dengan jalan meminimalkan peran pemerintah sebagai regulator, mengurangi subsidi, mempromosikan keterlibatan sektor swasta…” Juga disebutkan “ADB dan USAID bekerja sama dalam menyusun UU Migas baru pada tahun 2000. Melengkapi upaya USAID itu, Bank Dunia telah melakukan studi komprehensif sektor migas, kebijakan penentuan harga …
Hasilnya, UU Migas No. 22 th. 2001 disahkan, liberalisasi migas menjadi amanatnya baik di sektor hulu maupun hilir. Di sektor hulu hal itu ditegaskan pada Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 dan lainnya. Hasilnya, asing makin menguasai sektor hulu migas, hingga 80%. Pertamina sebagai milik negara dengan UU tersebut dibiarkan berebut bahkan bergelut dengan asing untuk bisa mengelola migas di negerinya sendiri. Ibaratnya, negara sebagai bapak justru mengharuskan Pertamina sebagai anaknya untuk bergelut dengan anak orang asing yang lebih besar, untuk bisa mengelola kekayaan keluarga di pekarangan sendiri.
Belum lama Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 yang berimplikasi pembubaran BP Migas. Hal itu sempat diharapkan bisa meminimalkan liberalisasi. Nyatanya tak terjadi perubahan apa-apa kecuali hanya nama. Perpres No. 59 Tahun 2012 yang mengalihkan seluruh proses pengelolalaan kegiatan yang sedang ditangani BP Migas kepada Kementerian ESDM pun diterbitkan. Kementerian ESDM lalu mengeluarkan Kepmen ESDM No. 3135 Tahun 2012 tentang Pengalihan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas. Dibentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksanaan Kegiatan Hulu Migas (SKSP Migas) atau ‘New BP Migas’, menggantikan BP Migas. Namun yang terjadi hanyalah pergantian nama seperti pergantian acara Empat Mata dengan Bukan Empat Mata.
Di sektor hilir, liberalisasi itu memerintahkan penghapuasan subsidi. UU Migas No. 22 th. 2001. Pasal 2 yang menyatakan bahwa niaga migas diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Maknanya, sesuai mekanisme pasar dan harganya ditentukan mengikuti harga pasar (internasional). Blue Print Pengembangan Energi Nasional 2006-2025 Kementerian ESDM menyatakan: Program utama (1) Rasionalisasi harga BBM (dengan alternatif) melakukan penyesuaian harga BBM dengan harga internasional. Artinya, pencabutan subsidi BBM. Sejak itu tiap tahun ancaman pencabutan dan kenaikan harga BBM terus menghantui masyarakat.
Ironisnya, kenaikan harga BBM itu yang terus didesakkan itu hanya menguntungkan swasta khususnya asing. Sejak awal, seperti dikatakan menteri ESDM kala itu Purnomo Yusgiantoro, kenaikan harga BBM memang untuk membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas (lihat, Kompas, 14 Mei 2003). Apalagi sudah ada 105 perusahaan yang mendapat izin termasuk membuka SPBU (Trust, 11/2004). Beberapa seperti Shell, Total, Petronas sudah membuka SPBU dan akan disusul lainnya. Namun hingga saat ini keuntungan besar yang mereka bayangkan tidak kunjung diperoleh, sebabnya harga BBM belum dinaikkan. Jika SPBU-SPBU asing itu tidak bisa ikut menyalurkan BBM bersubsidi seperti yang santer diberitakan beberapa waktu lalu, maka desakan kenaikan harga BBM akan makin kuat. Hal itu juga sejalan dengan garis kebijakan pemerintah dalam hal liberalisasi migas.
Itu artinya kisruh seputar BBM bersubsidi mungkin akan terus berlanjut sampai harga BBM mengikuti harga pasar/internasional. Jika itu terjadi yang untung adalah asing, sementara rakyat dipastikan buntung. Selain itu, liberalisasi membuat asing bisa menguasai baik di hulu maupun hilir migas. Itu sama saja memberi jalan kepada asing untuk menguasai kaum Mukminin, sesuatu yang diharamkan olah Allah dalam QS an-Nisa [4]: 141.
Kelola Sesuai Syariah Sejahterakan Rakyat
Migas dan SDA yang melimpah lainnya dalam pandangan Islam merupakan milik umum. Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi asing. Abyadh bin Hammal menceritakan bahwa ia pernah menghadap kepada Nabi saw dan minta diberi tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil, berada di daerah Ma’rib lalu beliau memberikannya. Namun saat ia akan pergi, ada seseorang yang berada di majelis berkata kepada Rasul : “Tahukah Anda apa yang Anda berikan padanya, sungguh Anda memberinya sesuatu laksana air yang terus mengalir.” Maka beliau pun menariknya kembali darinya (HR. Baihaqy dan Tirmidzy).
Rasul saw juga bersabda:
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Karena itu, kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir termasuk kebijakan harganya, maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas, dan kebijakan zalim dan khianat serupa harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai dengan syariah. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah. Saat itulah SDA dan migas akan menjadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []

Menolong Gaza Bukan dengan Mediasi dan Delegasi Bela Sungkawa Al-Islam edisi 631, 23 November 2012-9 Muharram 1434 بسم الله الرحمن الرحيم Menolong Gaza Bukan dengan Mediasi yang Menyerukan untuk Tenang dan Delegasi Bela Sungkawa atas Syuhada’ Menolong Gaza Tidak Lain dengan Pasukan Besar yang Menyerang Entitas Yahudi Pagi dan Petang

Selama empat hari berturut-turut, Gaza dibombardir oleh entitas Yahudi dari darat, laut dan udara. Puluhan orang syahid dan ratusan lainnya terluka… Sementara para penguasa negeri kaum Muslimin, khususnya yang memiliki kedekatan kekerabatan! hanya sibuk menghitung syuhada’ dan korban luka. Mereka berlomba menyatakan penolakan dan pengingkaran. Mereka memprotes dengan seruan yang lembut, bahkan bergumam! Menteri luar negeri Qatar, sponsor entitas Yahudi di kawasan, memperingatkan dan mengancam melalui bulu burung onta istananya bahwa serangan Yahudi, “Tidak boleh berlalu begitu saja tanpa sanksi!” Lalu mereka berkomunikasi satu sama lain, mengobrol tentang penderitaan yang terjadi di Gaza. Mereka menampakkan kesedihan atas apa yang terjadi. Mereka saling berjanji mengirimkan mediator untuk menenangkan suasana atau delegasi bela sungkawa … Maka pemboman atas Gaza pun terus berlangsung sementara delegasi ada di depan mereka tanpa ada pergerakan dari para penguasa yang tetap diam saja! Bahkan cara yang terbaik dari mereka dengan mengawali harinya pagi-pagi dengan ucapannya, “Saya berkomunikasi sebentar dengan presiden Amerika Obama dan terjadi pembicaraan di antara kami seputar pentingnya penghentian serangan ini dan agar tak terulang lagi”. Dia memulai harinya dengan berbicara bersama penjaga keamanan entitas Yahudi, Obama, seputar pentingnya penghentian serangan …! Itu yang justru dia lakukan untuk mengawali harinya dan bukannya memulai hari dengan menunaikan shalat Subuh dan menggerakkan pasukan untuk membela darah warga Gaza yang ditumpahkan oleh tangan-tangan Yahudi. Pepatah mengatakan, “Darah adalah darah dan kehancuran adalah kehancuran”. Bukannya melakukan itu, justru dia memulai harinya dengan berbicara bersama Obama! Bahkan yang lebih menyakitkan dan ironis, ketika teman mereka ditanya, “Kalau begitu apa perbedaan antara Anda dengan penguasa yang telah tumbang. Ia dahulu menarik duta besar, menyatakan kritik dan penolakan atas serangan dan berkomunikasi dengan Obama …? Ia menjawab: “Ada perbedaan! Kami melakukan itu segera. Sedangkan penguasa yang telah tumbang dan para pendukungnya, mereka melakukannya dengan lambat!”
Wahai kaum Muslimin, sungguh sangat aneh, negeri Islam diduduki lalu pembebasannya terlantar di tengah keramaian. Semua solusi dibahas, kecuali solusi yang benar. Masyarakat disesatkan dari realitas masalah. Seolah-olah Yahudi memiliki negara yang berdiri tegak dan bahwa di sana ada masalah tentang garis batas antara kita dengan Yahudi. Lalu kita mengikat kesepakatan-kesepakatan di Camp David, Wadi Urubah, Doha atau di tempat lain, secara rahasia dan terang-terangan. Lalu kita menyerukan penghormatan terhadap hukum internasional dan agar tidak terjadi peperangan di antara negara-negara. Kemudian kita mencari mediator lokal, regional atau internasional untuknya dan kita beranggapan telah berhasil menjujung tinggi kebenaran dan Allah pun mencukupkan kaum Mukminin dari perang!
Masalahnya tidak demikian, wahai kaum Muslimin. Faktanya adalah bahwa Yahudi telah mencaplok Palestina, mendirikan negara di sana dan mengusir warga Palestina dari sana. Negara Yahudi itu tidak akan lenyap dan Palestina tak akan kembali kepada warganya, kecuali dengan pasukan kuat yang mukmin, yang memenuhi hukum Allah atas orang yang memerangi kita dan mengusir kita dari negeri kita.
] وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ [
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (TQS al-Baqarah [2]: 191)

Adakah orang yang tidak tahu solusi ini kecuali orang yang telah Allah tutupi hati dan pendengarannya dan terhadap penglihatannya diletakkan tabir? Adakah solusi lain untuk mengembalikan Palestina kepada warganya selain melenyapkan entitas yang mencaploknya dan mengusirnya dari tempat di mana warga Palestina diusir?
Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya musibah kita ada pada diri para penguasa kita dan kelompok pendukung mereka … Mereka menyebarkan anggapan di tengah masyarakat bahwa kita tidak mampu memerangi Yahudi, tidak punya senjata seperti mereka dan tidak punya pendukung seperti mereka!
]كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا[
Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta. (TQS al-Kahfi [18]: 5)

Sebenarnya, kita mengelilingi Yahudi dari segala arah. Senjata milik kita juga berlimpah…, akan tetapi tidak tampak ketika melawan Yahudi atau pun kaum kafir imperialis. Sebaliknya senjata kita muncul ketika menghadapi penduduk negeri-negeri kaum Muslimin… dan terhadap kaum bersenjata di Sinai yang mempersenjatai diri untuk memerangi entitas Yahudi pencaplok Palestina. Senjata kita hanya muncul untuk memerangi manusia, pepohonan, dan bebatuan di Suria. Kita melihat bermacam jenis senjata rezim yang belum pernah kita lihat sebelumnya! Senjata kita tampak dari pesawat tempur Pakistan yang membombardir suku-suku kaum Muslimin, sebagai bantuan untuk Amerika. Senjata kita hanya tampak dalam tindakan represif membungkam masyarakat di Sudan pada waktu di mana selatan Sudan ditelantarkan…! Dan dalam perkara-perkara lainnya yang dilakukan para penguasa tanpa rasa malu sedikit pun kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukminin… Adapun alasan mereka tentang para pendukung Yahudi, maka Allah adalah pelindung kita dan mereka tidak punya pelindung.
] ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لاَ مَوْلَى لَهُم[
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung. (TQS Muhammad [47]: 11)

Kemudian para penguasa itu sendiri adalah pendukung pertama entitas Yahudi. Mereka menjaga keamanan Yahudi. Mereka menyesatkan masyarakat dengan kekuatan entitas ini, padahal seandainya dibuka ruang untuk pasukan kaum Muslimin dalam berperang dengan benar dan ikhlas, niscaya mereka menemukan bahwa kekuatan entitas ini lebih rapuh dari sarang laba-laba…
Wahai kaum Muslimin, darah warga Gaza yang suci lagi bersih tidak akan bisa dibela oleh mediator netral yang mengunjungi Gaza untuk menenangkan suasana. Juga tidak oleh delegasi yang datang untuk berbela sungkawa. Sama halnya juga tidak oleh pernyataan menyala-nyala dari raja, presiden, dan amir, yang tidak lebih merupakan tipu muslihat, di mana semuanya tertawa di balik pintu! Mereka tidak serius menjadikan entitas Yahudi sebagai musuh, bahkan sama sekali tidak ada kesungguhan dari mereka… Mereka juga tidak mengambil orang-orang berakal dan bijak dari umat ini untuk posisi penting. Mereka hanya mengambil orang-orang yang hatinya buta sebelum mata mereka, sehingga mereka menjabat tangan penguasa ini dan itu, karena mengirim utusan menyampaikan bela sungkawa atas musibah mereka; padahal entitas Yahudi membombardir mereka sementara delegasi bela sungkawa masih ada di samping mereka …!
Sesungguhnya darah warga Gaza tidak bisa dibela dengan cara ini dan itu. Melainkan hanya bisa dibela dengan pasukan yang bergerak dari Sinai, Sungai Jordan, selatan Lithoni, dan Golan; baik semuanya atau sebagiannya, menghadapi entitas Yahudi…; pasukan yang di tengah armadanya mengusung sumpah Abu Bakar ra agar musuh melupakan bisikan-bisikan setan… Begitulah wahai kaum Muslimin, darah warga Palestina dahulu dibela dengan tangan-tangan tentara Shalahuddin, melalui tangan-tangan azh-Zhahir Baibars. Begitulah darah warga Palestina wajib dibela dengan tentara kaum Muslimin yang semangatnya membara untuk memerangi entitas Yahudi… Hanya dengana cara itulah darah warga Gaza yang suci bisa dibela. Tidak bisa dibela dengan sesuatu yang lain. Tidak seorang pun yang berakal sehat mengatakan cara lain, kecuali dia termasuk orang yang buta mata dan pikiran, buta dunia dan buta akhirat.
]وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلاً [
Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (TQS al-Isra’ [17]: 72)

Wahai tentara shiddiqun di dalam pasukan kaum Muslimin:
Tidak adakah di antara Anda orang cerdas yang dengannya para penguasa terpaksa memperlakukan Yahudi dengan perlakuan perang riil, lalu ia menggerakkan pasukan untuk mencabut entitas ini…?
Tidak adakah di antara Anda seorang yang teguh dan mukmin yang mematahkan tongkat para penguasa, sehingga dia menggerakkan legiun dan batalyon di dalam jihad yang dicintai Allah dan Rasul-Nya untuk mencabut entitas pencaplok ini dari akar-akarnya? Letusan senapan yang ditembakkan oleh batalyon ini akan diikuti oleh letusan-letusan dari batalyon-batalyon lain tanpa bisa dihentikan oleh penguasa yang zalim dan jahat. Begitulah seharusnya orang-orang berlomba kepada kebaikan dan kemenangan.
]إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ[
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (TQS Muhammad [47]:7)

Tidak adakah di antara Anda orang cerdas yang mau menolong Allah, Rasul-Nya dan hamba-hamba Allah yang berjuang untuk menegakkan al-Khilafah. Dengan itu Anda mengembalikan sirah kaum Anshar dan bisa menyaksikan kemuliaan dunia dan akhirat. Sehingga Allah memuliakan Anda dengan merealisasi berita gembira dari Rasulullah saw dengan tegaknya kembali al-Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian melalui tangan-tangan Anda. Juga akan terealisasi berita gembira Rasulullah saw berupa memerangi Yahudi dan menang atas mereka. Dengan semua itu, Anda akan meraih keberhasilan dengan mendapatkan kemuliaan dunia dan akhirat, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang Mukmin.
Wahai tentara-tentara shidiqun, sungguh Hizbut Tahrir adalah pemberi nasihat terpercaya untuk Anda. Allah memiliki tokoh-tokoh yang muncul di sendi-sendi sejarah. Maka jadilah bagian dari mereka itu …
Allah, Allah dalam pertolongan untuk tegaknya al-Khilafah, kemuliaan Islam, sehingga ada seorang Khalifah yang Anda berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya…
Allah, Allah dalam mahkota Islam, jihad, sehingga kemenangan atau mati syahid …
Allah, Allah dalam perdagangan yang membebaskan Anda dari azab yang pedih dengan mengikuti ucapan yang paling baik dan paling benar, firman Allah SWT:
]انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ[
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (TQS at-Tawbah [9]: 41)


3 Muharram 1434 H/17 November 2012 M

Hizbut Tahrir

Apakah Karena Rancangan Konstitusi Seperti Ini Anda Bertarung?! Padahal Islam Bebas darinya Secara Total Maupun Rinci! بسم الله الرحمن الرحيم Apakah Karena Rancangan Konstitusi Seperti Ini Anda Bertarung?! Padahal Islam Bebas darinya Secara Total Maupun Rinci!

Setelah presiden mengejutkan semua pihak dengan dekrit konstitusional baru yang menyebabkan kegaduhan luas dan terbelahnya jalanan Mesir antara pendukung dan oposan, Majelis Konstituante secara terburu-buru mengakhiri penulisan konstitusi baru dan dengan cepat memutuskannya melalui voting dalam pertemuan “maraton”. Padahal jangka waktu yang diberikan untuk menyelesaikan penyusunan konstitusi sesuai dekrit konstitusional baru itu diberi tambahan dua bulan. Sejak saat itu terjadi aksi publik yang besar … seolah-olah rancangan konstitusi ini telah dicabut dari “mulut singa” dalam pertempuran penerapan Islam dan penjagaan identitas Mesir yang Islami!! Padahal rancangan konstitusi baru itu dalam pasal-pasal utamanya tidak berbeda sedikit pun dari konstitusi lama. Bahkan pasal-pasalnya yang bertentangan dengan Islam tetap itu itu juga dalam redaksinya bahkan nomor pasalnya pun tidak berubah! Jika redaksi beberapa pasal menyerupai redaksi yang sahih dalam syariah maka pengambilannya bukan bersandar kepada akidah Islamiyah melainkan merupakan pengadopsian utilitarianisme demokrasi. Dan ketika kami menolak konstitusi ini secara total dan rinciannya, kami jelaskan –dari sisi nasihat yang wajib diberikan dan untuk membebaskan dari tanggungan di akhirat- sebagai berikut:
Pertama, pasal pertama rancangan konstitusi menetapkan bahwa “Republik Arab Mesir sistemnya adalah demokrasi”. Ini menyalahi Islam. Sebab sistem republik demokrasi akidahnya adalah pemisahan agama dari negara. Akidah tersebut tumbuh di Eropa pasca pertarungan sengit antara para pemikir dengan gereja pada abad-abad pertengahan. Akidah ini menjadikan kedaulatan sebagai milik rakyat, yakni menjadikan legislasi penetapan hukum menjadi milik manusia …manusia itu menetapkan halal dan haram sekehendaknya!! Padahal Allah SWT berfirman:
﴿ إِن الْحُكْمُ إِلَّا للهِ
Sesungguhnya menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (TQS al-An’am [6]: 57)

Kedua, pasal dua rancangan konstitusi itu mengatakan bahwa “Prinsip-prinsip syariah Islamiyah merupakan sumber utama legislasi”. Ayat ini menyebutkan “Prinsip-prinsip” syariah islamiyah tanpa menyebutkan “hukum-hukum”. Hal itu membuka pintu yang luas untuk legislasi buatan manusia. “Prinsip-prinsip” itu seperti yang mereka jelaskan adalah “asas-asas yang tegas” milik Islam yang mereka pahami, tanpa memasukkan hukum-hukum qath’iy di dalamnya semisal hudud dan banyak yang lain, apalagi hukum-hukum zhanny lainnya. Sementara seharusnya kita menuntut penerapan Islam secara total meliputi hukum-hukumnya yang qath’iy dan zhanniy. Semuanya adalah syariah yang wajib diiikuti. Sedangkan keberadaan syariah “sebagai sumber utama legislasi” maka ini tidak menghalangi adanya sumber-sumber lainnya, meski berupa cabang (derivat). Hal itu merupakan penyekutuan Allah dalam hal al-Hakimiyah (yang berhak menetapkan hukum)!!
Ketiga, pasal empat rancangan konstitusi itu, mengkhususkan kepada al-Azhar, menjadikan al-Azhar sebagai pihak yang dibebani tugas mengemban dakwah Islamiyah. Padahal dakwah dan jihad adalah bagian dari kewajiban negara sehingga tidak boleh dialihkan dan dibatasi pada lembaga-lembaga pendidikan dan tidak boleh menghapus kewajiban jihad.
Keempat, pasal lima rancangan konstitusi itu menyatakan bahwa “Kedaulatan adalah milik rakyat yang harus dijaga dan dilindungi dan rakyat adalah sumber kekuasaan”. Pasal ini merupakan penegasan atas pasal pertama yang mengatakan bahwa “Republik Arab Mesir sistemnya adalah demokrasi”. Demokrasi adalah “kedaulatan milik rakyat dan rakyat menjadi sumber kekuasaan”. Rakyat adalah pihak yang menetapkan hukum dan pemilik kekuasaan legislasi. Rakyat juga adalah yang mengimplementasikan dan pemilik kekuasaan eksekutif dan tidak menjadi syariah yang implementatif dan mengikat kecuali dengan hal itu. Rakyat adalah hakim dan pemilik kekuasaan yudikatif dan tidak menjadi sebuah undang-undang dan mahkamah tidak boleh memutuskan kecuali dengan apa yang diputuskan rakyat. Lalu pasal ini dimana posisinya dari firman Allah SWT:
﴿وَمَا كانَ لِمُؤمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُه أَمْراً أَنْ يَكُونَ لَهُم الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِم
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (TQS al-Ahzab [33]: 36)

Kelima, pasal enam rancangan konstitusi itu menyatakan bahwa sistem demokrasi –yang menjadi sistem negara- tegak di atas “Prinsip-prinsip syura dan kewarganegaraan …” Syura dalam Islam berbeda dengan demokrasi baik dari sisi akidah maupun sistem. Demokrasi adalah pemungutan suara manusia atas perundang-undangan dan hukum, apakah akan diambil atau tidak. Sementara syura adalah mengambil pendapat dalam perkara-perkara yang diperbolehkan oleh hukum syara’, dan bukan pengambilan suara atas hukum syara’ itu sendiri. Jelas keduanya (syura dan demokrasi) merupakan dua hal yang berbeda sama sekali!!
Belum lagi pasal-pasal lainnya masih banyak di dalam rancangan konstitusi itu yang menyalahi Islam, yang tidak bisa disebutkan di sini. Apa yang disebutkan di atas sudah cukup untuk menjadi argumentasi bahwa rancangan konstitusi baru itu menyalahi Islam dalam hal asas dan detilnya. Belum lagi redaksi-redaksi “harmonik” yang tidak berguna sama sekali. Jadi tidak diputuskan dengan Islam dan tidak melangkah diatas satu langkah pun! Tambahan lagi, konstitusi baru itu tidak menentukan untuk kita Sistem Ekonomi Islami, memutuskan perkara diatas asas Islam, politik pendidikan Islami, dan tidak pula politik luar negeri yang asasnya dakwah kepada Islam!
Maka kami merasa heran: apakah untuk konstitusi seperti ini umat dimobilisasi dan mati-matian membelanya?! Amat buruklah apa yang mereka tetapkan itu!
Wahai kaum Muslimin, wahai warga Mesir al-Kinanah!
Krisis politik sekarang ini adalah hasil dari pertarungan antara berbagai kekuatan: kelompok-kelompok yang disebut Islami di satu sisi, kelompok-kelompok sekuler di pihak lain. Dan di depan dan belakangnya adalah “kekuatan-kekuatan rezim usang” yang tetap mengontrol banyak sendi-sendi negara, terus tidak diselesaikan, dihapus dan dihambat. Ini adalah bukti paling kuat bahwa tidak mungkin merubah sistem rusak dari dalamnya. Akan tetapi sistem rusak itu wajib dilenyapkan sejak dari asasnya dan dihapus secara total termasuk konstitusi usangnya dan rancangan konstitusi lama yang diperbarui serta keleompok-kelompoknya yang terus menyebar kerusakan. Kondisi umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan tegaknya sistem al-Khilafah al-Islamiyah menggantikan sistem usang dan rusak itu. Al-Khilafah yang akan menerapkan Islam secara total yang dengannya membuat Rabb semesta alam ridha; mendatangkan kenikmatan kepada semua manusia baik muslim maupun non muslim dan memeratakan kesejahteraan ke seluruh penjuru negeri.
Dan kami di Hizbut Tahrir sungguh menyeru Anda untuk berjuang bersama kami guna merealisasi kewajiban agung ini. Maka maukah Anda memenuhi seruan itu?
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ﴾
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (TQS al-Anfal [8]: 24)

Syariah, Khilafah dan Metode Memperjuangkannya

Oleh: al-Faqir ilalloh, Abdulbarr ats-Tsaqofiy
Muqoddimah: Ketaatan Para Sahabat terhadap Syari’at
Para sahabat rodhiyallohu ‘anhum adalah golongan manusia utama yang Alloh swt puji di dalam Al-Qur’an:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [التوبة: 100]
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah [9]: 100) 

Kemuliaan mereka tidak lain dikarenakan keimanan kepada Alloh swt dan Rosul-Nya, dan ketaatan mereka terhadap syari’at. Hal itu tergambar dalam riwayat-riwayat berikut ini.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال كنت أسقي أبا طلحة الأنصاري وأبا عبيدة بن الجراح وأبي بن كعب شرابا من فضيخ وهو تمر فجاءهم آت فقال إن الخمر قد حرمت فقال أبو طلحة يا أنس قم إلى هذه الجرار فاكسرها قال أنس فقمت إلى مهراس لنا فضربتها بأسفله حتى انكسرت .
Dari Anas bin Malik ra, beliau berkata: “Suatu ketika aku menjamu Abu Thalhah Al-Anshari, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan Ubay bin Ka’ab minuman dari Fadhikh, yaitu perasan kurma. Kemudian ada seseorang datang kepada mereka lalu berkata: Sesungguhnya khamr telah diharamkan. Maka berkata Abu Thalhah: wahai Anas, berdiri dan pecahkanlah kendi-kendi ini!, Anas berkata: maka aku berdiri mengambil tempat penumbuk biji-bijian milik kami, lalu memukul kendi itu pada bagian bawahnya hingga kendi tersebut pecah.” (HR. Al-Bukhori)

عن عائشة رضي الله عنها قالت يرحم الله نساء المهاجرات الأول لما أنزل الله ﴿ وليضربن بخمرهن على جيوبهن ﴾ شققن مروطهن فاختمرن بها
Dari ‘Aisyah ra, beliau berkata: “Rahmat Alloh swt atas wanita-wanita kaum muhajirin awal, tatkala Alloh swt menurunkan ayat (yang artinya): “Hendaklah mereka mengulurkan kerudung-kerudung mereka ke atas dada-dada mereka” [Surat An-Nuur: 31], mereka merobek kain sarung yang mereka miliki kemudian mereka berkerudung dengannya.” (HR. Al-Bukhori) 

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال عمر : لقد خشيت أن يطول بالناس زمان حتى يقول قائل لا نجد الرجم في كتاب الله فيضلوا بترك فريضة أنزلها الله ألا وإن الرجم حق على من زنى وقد أحصن إذا قامت البينة أو كان الحبل أو الاعتراف . قال سفيان كذا حفظت : ألا وقد رجم رسول الله صلى الله عليه وسلم ورجمنا بعده .
Dari Ibnu Abbas ra berkata, Umar bin Khoththob ra pernah berkata: “Sungguh aku sangat khawatir akan berlangsung masa yang begitu lama di tengah-tengah umat Islam, hingga (suatu saat nanti) akan ada yang berkata: “Kami tidak menemukan hukum rajam di kitab Alloh (Al-Qur’an)”. Maka (dengan demikian) mereka menjadi sesat karena telah meninggalkan kewajiban yang telah Alloh turunkan. Ketahuilah bahwa hukum rajam itu adalah benar adanya bagi siapa-siapa yang berzina sedang ia telah muhshon (telah menikah dan telah menggauli pasangannya), jika telah ada bayyinah (alat bukti berupa 4 orang saksi laki-laki atau yang setara dengannya), atau kehamilan (dipihak wanita), atau pengakuan (si pelaku).”
Berkata Sufyan (perowi): begini yang aku hafal (dari perkataan Umar bin Khaththab): “Ketahuilah bahwa Rosululloh saw benar-benar menerapkan hukum rajam, dan kami juga menerapkannya sepeninggal Beliau.” (HR. Al-Bukhori)

Demikian sebagian dari contoh ketaatan kaum muslim generasi awal terhadap Syari’at Islam. Mereka menerapkan hukum-hukum Alloh swt secara menyeluruh baik dalam ruang lingkup individu, maupun dalam bermasyarakat dan bernegara, baik di bawah kepemimpinan Rosululloh saw langsung maupun para Kholifah setelah Beliau. Namun disayangkan, pasca runtuhnya Khilafah Islamiyyah di Turki pada tanggal 28 Rajab 1342 H atau bertepatan dengan 03 Maret 1924 M, penerapan syari’at dalam bentuk seutuhnya tidak lagi tampak dan tidak lagi bisa dilakukan, Islam hanya sebatas perkara-perkara yang bersifat ritual dan individu saja. Kondisi secamam ini menuntut kaum muslim untuk bangkit memperjuangkan kembalinya kehidupan islami, menerapkan syari’at secara menyeluruh di bawah naungan Negara Khilafah Islamiyyah. Hal ini tidak lain karena dorongan keimanan terhadap Alloh swt, dan kewajiban menerapkan syari’at-syari’at-Nya.
Rosululloh saw melalui lisan sucinya memberitakan akan adanya suatu kaum yang lebih utama dari para sahabat di atas, yakni mereka-mereka yang keimanannya, ketaatannya, dan perjuangannya untuk islam sebagaimana para sahabat rodhiyallohu ‘anhum.
عن أبي جمعة قال : تغدينا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ومعنا أبو عبيدة بن الجراح قال فقال يا رسول الله هل أحد خير منا اسلمنا معك وجاهدنا معك قال نعم قوم يكونون من بعدكم يؤمنون بي ولم يروني
Dari Abu Jam’ah ra beliau berkata: suatu ketika kami makan bersama dengan Rosululloh saw dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah bersama kami, Abu Jam’ah berkata: kemudian Abu ‘Ubaidah berkata: Wahai Rosululloh saw, apakah ada orang yang lebih baik dari kami sementara kami berislam bersamamu dan berjihad bersamamu?, bersabda Nabi saw: “Ya, yaitu kaum yang datang setelah kalian, mereka mengimaniku sedangkan mereka belum pernah melihatku.” (HR. Ahmad – Shohih)
Kelebihan mereka, mereka beriman terhadap Rosululloh saw dan apa yang beliau bawa meskipun tidak pernah berjumpa dengan beliau.
Keimanan Melahirkan Keterikatan Terhadap Hukum Syara’ 
Keimanan mengharuskan seorang muslim untuk tunduk dan patuh terhadap ketetapan-ketetapan Alloh swt dan Rosul-Nya saw. Betapa banyak nash yang menegaskan hal tersebut, diantaranya adalah:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا [الأحزاب: 36]
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

عن أبي محمد عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم : لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعاً لما جئت به . رواه الحسن بن سفيان
Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amru bin ‘Ash ra berkata, Rosululloh saw bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa-nafsunya mengikuti apa-apa yang aku bawa.” (HR. Hasan bin Sufyan – Hasan Shohih) [An-Nawawi, Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hadits ke-41]
Maksud dari tunduk dan patuh terhadap ketetapan-ketetapan Alloh swt dan Rosul-Nya saw adalah terikat dengan hukum-hukum syara’, menyandarkan setiap perbuatan yang bersifat ikhtiyaariy hanya kepada syari’at Islam, yaitu dengan menjadikan hukum-hukum yang lima (wajib, sunnah, haram, karahah, dan ibahah) yang digali dari sumber-sumber hukum syara’ (Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas) sebagai miqyaas (ukuran) dalam menimbang setiap gerak-geriknya. Karenanya, setiap muslim wajib mengetahui hukum syara’ untuk setiap perbuatan yang hendak dia lakukan, sebab hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’ (الأصل في الأفعال التقيّد بالحكم الشرعي) [Lihat Qodhiy An-Nabhaani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, juz 3 hlm 20], di mana kelak dia akan dihisab oleh Alloh swt berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya.
فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ * عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ [الحجر: 92، 93]
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua * tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (QS. Al-Hijr: 92-93)
Cakupan Syari’at Islam
Syari’at Islam merupakan syari’at paripurna yang diturunkan melalui perantaraan nabi terakhir Muhammad saw, yang selalu relevan diterapkan kapanpun dan dimanapun. Alloh swt berfirman dalam Al-Qur’an yang mulia:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ [البقرة: 208]
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir mengatakan:
يقول تعالى آمرًا عباده المؤمنين به المصدّقين برسوله : أنْ يأخذوا بجميع عُرَى الإسلام وشرائعه ، والعمل بجميع أوامره ، وترك جميع زواجره ما استطاعوا من ذلك .
“Alloh swt berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman terhadap-Nya dan yang membenarkan Rosul-Nya, untuk mengambil seluruh simpul-simpul Islam dan syari’at-syari’atnya, melaksanakan seluruh perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-larangan-Nya sebisa mungkin.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhiim, juz 1 hlm 565] 
Jadi wajib bagi setiap muslim untuk menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh. Meliputi syari’at yang mengatur hubungannya dengan Rabbnya seperti ibadah-ibadah mahdhah, syari’at yang mengatur hubungannya dengan sesamanya seperti mu’aamalah dan ‘uquubat, juga syari’at yang mengatur hubungannya dengan dirinya sendiri seperti pakaian, makanan-minuman dan akhlak. Tanpa boleh memperturutkan hawa nafsu dengan mengambil sebagian dan menelantarkan sebagian yang lain.
Di antara syari’at-syari’at Islam ada yang tidak bisa dilakukan secara parsial oleh individu, melainkan perlu adanya seorang Kholifah atau institusi Negara Khilafah untuk melaksanakannya, misalnya syari’athudud dan jinayat. Imam Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H) menyatakan:
وأجمعت الأمة على أنه ليس لآحاد الرعية إقامة الحدود على الجناة بل أجمعوا على أنه لا يجوز إقامة الحدود على الأحرار الجناة إلا للإمام فلما كان هذا التكليف تكليفاً جازماً ولا يمكن الخروج عن عهدة هذا التكليف إلا عند وجود الإمام وما لا يتأتى الواجب إلا به وكان مقدوراً للمكلف فهو واجب فلزم القطع بوجوب نصب الإمام .
“Umat Islam telah bersepakat bahwa seorang rakyat tidak memiliki wewenang menerapkan hudud atas para penjahat, bahkan mereka bersepakat bahwa menerapkan hudud atas para penjahat merdeka tidak boleh kecuali hanya oleh seorang Imam (kholifah). Maka tatkala taklif (kewajiban menerapkan hudud) ini adalah bersifat pasti/harus, dan tidak ada jalan keluar dari taklif ini kecuali dengan keberadaan seorang Imam, dan apa-apa yang kewajiban tidak bisa dilaksanakan tanpanya, sedangkan ia dimampui oleh seorang mukallaf maka dia hukumnya wajib. Maka secara pasti, hal tersebut meniscayakan wajibnya mengangkat seorang Imam.” [Fakhruddin Ar-Rozi, Mafatih Al-Ghayb fi At-Tafsir, juz 11 hlm 181]

Hal serupa juga diungkapkan oleh Abu Al-Qosim An-Naisaburi (w. 406 H) dalam kitab tafsirnya: 
أجمعت الأمة على أن المخاطب بقوله ﴿ فاجلدوا ﴾ هو الإمام حتى احتجوا به على وجوب نصب الإمام فإن ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب .
“Umat telah bersepakat bahwa pihak yang diseru dalam firman Alloh swt (maka cambuklah oleh kalian) adalah seorang Imam (kholifah), hingga dengannya mereka beralasan atas wajibnya mengangkat seorang Imam. Sesungguhnya sesuatu perkara yang mana suatu kewajiban tidak sempurna tanpanya maka perkara tersebut hukumnya wajib.” [Al-Hasan bin Muhammad An-Naisaburi, Tafsir An-Naisaburi, juz 5 hlm 465]
Sampai di sini diketahui secara gamblang, bahwa penerapan syari’at secara menyeluruh tidak bisa direalisasikan tanpa adanya institusi Khilafah. Maka secara pasti, mewajibkan kaum muslim untuk mewujudkan institusi yang dimaksud demi terlaksananya seluruh kewajiban yang dibebankan di atas pundak mereka.
Pengertian Khilafah 
Secara istilah kata Al-Khilafah memiliki persamaan dengan Al-Imamah dan Imarotul Mukminin. Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhu-l-Muhadzdzab mengatakan:
والإمامة والخلافة وإمارة المؤمنين مترادفة
“Al-Imamah, Al-Khilafah, dan Imarotul Mukminin adalah sinonim.” [An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 19 hlm 191]

Sedangkan pengertiannya menurut para ulama, diantaranya adalah sebagaimana berikut.
1.  Menurut Imam Al-Mawardi (w. 450 H):
الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدينِ وسياسة الدنيا
“Imamah adalah sebutan bagi pengganti kenabian dalam menjaga Din (Islam) dan mengurus urusan dunia.”
 [Al-Mawardi, Al-Ahkaam As-Sulthoniyyah wa Al-Wilayat Ad-Diniyyah, hlm 3]

2.  Menurut Imam An-Nawawi (w. 676 H):
والمراد بها الرياسة العامة في شؤونِ الدينِ والدنيا
“… yang dimaksud dengannya adalah: Kepemimpinan umum dalam urusan-urusan Din (Islam) dan urusan-urusan dunia.”
 [An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 19 hlm 191]

3.  Menurut Imam Al-Iji (w. 756 H):
هي خلافة الرسول في إقامة الدين وحفظ حوزة الملة بحيث يجب اتباعه على كافة الأمة
“… dia adalah pengganti Rosululloh saw dalam menegakkan Din (Islam), dan menjaga keutuhan Millah (Islamiah), yang wajib diikuti oleh seluruh umat.” [Al-Iji, Al-Mawaqif, juz 3 hlm 579]

4.  Menurut Ibn Kholdun (w. 808 H):
فهي في الحقيقة خلافة عن صاحب الشرع في حراسة الدين وسياسة الدنيا به
“… dia pada hakikatnya adalah pengganti (peran) Alloh swt dalam menjaga agama dan mengurus dunia dengan agama.”
 [Ibnu Kholdun, Muqoddimah, hlm 97]

Adapun definisi Khilafah yang bersifat jaami’ (komprehensif) dan maani’ (protektif), yang sekaligus juga mengakomodasi definisi-definisi para ulama di atas adalah:
رئاسة عامة للمسلمين جميعاً في الدنيا لإقامة أحكام الشرع الإسلامي، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم
“Kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia, guna menerapkan hukum-hukum syara’, dan mengemban dakwah islamiah ke seluruh alam.” [Hizbut Tahrir, Al-Khilafah, hlm 1. Lihat juga Qodhiy An-Nabhaani, Muqoddimah Ad-Dustur, hlm 118, dan Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, juz 2 hlm 6]

Empat Pilar Negara Khilafah
Sistem Khilafah tegak di atas empat pilar: (1) As-Siyaadah (kedaulatan) berada di tangan syara’; (2)As-Sulthon (kekuasaan) berada di tangan rakyat; (3) Mengangkat satu orang Kholifah fardhu atas seluruh kaum Muslim; (4) Hanya Kholifah yang berhak mengadopsi hukum syariah [Qodhiy An-Nabhani, Muqoddimah ad-Dustur, hlm 109]. Jika salah satu saja dari empat pilar tersebut tiada, maka suatu pemerintahan tidak bisa disebut sebagai pemerintahan Islam [Qodhiy An-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, hlm 201].
1)  As-Siyaadah (kedaulatan) berada di tangan syara’
Kedaulatan adalah otoritas absolut tertinggi, sebagai satu-satunya pemilik hak untuk menetapkan hukum segala sesuatu dan perbuatan [Al-Kholidi, Qowaid Nizhom al-Hukm fi al-Islam, hlm 24]. Berdasarkan firman Alloh swt:
قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ [الأنعام: 57]
“Katakanlah: Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Alloh. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.” (QS. Al-An’am: 57)
Karena penetapan hukum hanya milik Alloh swt semata, maka peran penguasa (kholifah) dalam sistem pemerintahan Islam hanya sebagai pelaksana, tanpa memiliki wewenang sedikitpun untuk membuat hukum. Dan haram hukumnya bagi penguasa untuk memberhentikan pelaksanaan hukum-hukum Islam, untuk kemudian berhukum dengan selainnya. Imam Ibnu Katsir berkata:

ينكر تعالى على من خرج عن حكم الله المحكم المشتمل على كل خير ، الناهي عن كل شر وعدل إلى ما سواه من الآراء والأهواء والاصطلاحات ، التي وضعها الرجال بلا مستند من شريعة الله ، … فلا يحكم بسواه في قليل ولا كثير ، قال الله تعالى : ﴿ أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ﴾ أي : يبتغون ويريدون ، وعن حكم الله يعدلون . ﴿ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ ﴾ أي : ومن أعدل من الله في حكمه لمن عَقل عن الله شرعه ، وآمن به وأيقن وعلم أنه تعالى أحكم الحاكمين .
“Alloh mengingkari siapa-siapa (penguasa) yang tidak menerapkan hukum Alloh swt yang jelas, konprehensif meliputi setiap kebaikan dan mencegah dari setiap keburukan, serta berpaling kepada selainnya yang berupa pendapat, hawanafsu, dan istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar kepada syari’at Alloh swt, … maka tidak boleh berhukum dengan selain hukum Alloh swt, baik sedikit maupun banyak. Alloh swt berfirman (yang artinya): “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki”, atau: yang mereka kehendaki dan mereka mau, sedangkan dari hukum Alloh swt mereka berpaling. “dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Alloh bagi orang-orang yang yakin?” atau: siapakah yang lebih adil syari’atnya daripada hukum Alloh swt bagi siapa-siapa yang berfikir tentang Alloh swt, mengimani-Nya, dan yakin serta tahu bahwa Alloh swt adalah seadil-adilnya hakim.” [Al-Marja’ As-Sabiq, juz 3 hlm 131] 
2)  As-Sulthon (kekuasaan) berada di tangan rakyat
Bahwa pengangkatan seorang kepala negara (kholifah) dalam pemerintahan Islam tidak lain adalah berdasarkan pilihan umat dengan metode bai’at. Baik dari mayoritas umat, atau yang mewakili mereka, yaitu ahlu al-halli wa al-‘aqdi; dan kholifah hanya mengambil kekuasaan melalui bai’at umat ini [Qodhiy An-Nabhani, Muqoddimah ad-Dustur, hlm 111; dan Hizbut Tahrir, Ajhizah Daulah al-Khilafah, hlm 20]. Diantara yang menggambarkan bahwa kholifah dipilih oleh umat adalah hadits shahih dari Abu Hurairah ra berikut.
عن النبي صلى الله عليه وسلم قال كانت بنو إسرائيل تسوسهم الأنبياء كلما هلك نبي خلفه نبي وإنه لا نبي بعدي وسيكون خلفاء فيكثرون قالوا فما تأمرنا قال فوا ببيعة الأول فالأول أعطوهم حقهم فإن الله سائلهم عما استرعاهم
Dari Nabi saw beliau bersabda: Adalah Bani Israil mereka diurus oleh para nabi-nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada lagi nabi setelahku, dan yang akan ada adalah para kholifah dalam jumlah yang banyak. Para sahabat bertanya: lantas apa yang engkau perintahkan kepada kami?, Nabi menjawab: “Tunaikanlah bai’at bagi yang pertama dan pertama, berikanlah kepada mereka hak-hak mereka, sungguh mereka akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Alloh swt atas apa yang mereka urus.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
3)  Mengangkat satu orang Kholifah fardhu atas seluruh kaum Muslim
Jumlah kholifah di setiap masa tidak boleh lebih dari satu. Berdasarkan hadits shahih riwayat Muslim berikut.
عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا بويع لخليفتين فاقتلوا الآخر منهما
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, beliau berkata: Rosululloh saw bersabda: “Jika dibaiat dua orang kholifah maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya.” (HR. Muslim) 

Imam An-Nawawi (w. 676 H) berkata:
واتفق العلماء على أنه لا يجوز أن يعقد لخليفتين في عصر واحد ، سواء اتسعت دار الإسلام أم لا
“Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh mengangkat dua kholifah di satu masa, baik wilayah kekhilafahan luas maupun tidak.” [An-Nawawi, Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, juz 12 hlm 232]
Imam As-Sinqithi (w. 1393 H) menyatakan:
قول جماهير العلماء من المسلمين : أنه لا يجوز تعدد الإمام الأعظم ، بل يجب كونه واحدا ، وأن لا يتولى على قطر من الأقطار إلا أمراؤه المولون من قِبَلِهِ ، محتجين بما أخرجه مسلم في صحيحه من حديث أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا بويع لخليفتين فاقتلوا الآخر منهما .
“Pendapat jumhur ‘ulama: Bahwa berbilangnya kholifah adalah tidak boleh, bahkan wajib berjumlah satu, dan hendaknya tidak berkuasa atas wilayah-wilayah (kekuasaan kaum muslimin) kecuali umara’ yang diangkat oleh kholifah, mereka (jumhur ‘ulama) berhujjah dengan hadits sahih dikeluarkan oleh Imam Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, bahwa Rosululloh saw bersabda: “jika dibai’at dua kholifah maka bunuhlah yang terakhir (diba’at) di antara keduanya.” [As-Sinqithi, Adhwa’ Al-Bayan fii Idhoh Al-Quran bi Al-Quran, juz 3 hlm 39] 
4)  Hanya Kholifah yang berhak mengadopsi hukum syariah
Satu-satunya yang berhak mengadopsi hukum syari’ah untuk kemudian diterapkan atas kaum muslim adalah kholifah, berdasarkan ijma’ shahabat. Misalnya, saat pemerintahan Abu Bakar, beliau menetapkan ucapan talak sebanyak tiga kali dihukumi talak satu. Namun, saat pemerintahan Umar bin Al-Khaththab, beliau menetapkan ucapan talak sebanyak tiga kali dihukumi talak tiga. Tidak ada satupun sahabat Nabi saw yang mengingkari tindakan keduanya. Dengan demikian, telah terjadi Ijma’ Shahabat dalam dua perkara. Pertama: Kholifah berhak mengadopsi dan menetapkan hukum syariah yang diberlakukan secara umum kepada seluruh rakyat. Kedua: wajib atas rakyat menaati Kholifah dalam hukum-hukum syariah yang telah diberlakukan [Qodhiy An-Nabhani, Muqoddimah ad-Dustur, hlm 17].
Pandangan Ulama tentang Wajibnya Khilafah
Berikut ini pandangan beberapa Ulama ahlus sunnah wal jama’ah lintas madzhab tentang wajibnya Khilafah.
  • Imam ‘Alauddin al-Kasaaniy dari madzhab Hanafi:
… ولأن نصب الإمام الأعظم فرض بلا خلاف بين أهل الحق ولا عبرة بخلاف بعض القدرية لإجماع الصحابة رضي الله عنهم على ذلك ولمساس الحاجة إليه لتقيد الأحكام وإنصاف المظلوم من الظالم وقطع المنازعات التي هي مادة الفساد وغير ذلك من المصالح التي لا تقوم إلا بإمام
“… dan dikarenakan pengangkatan Imam A’zham (kholifah) adalah fardhu tanpa perbedaan diantara Ahlul-Haqq (pengikut kebenaran), tidak diperhitungkan perbedaan kalangan Qadariyyah dikarenakan ijma’ shahabat ra atas nya, dan besarnya kebutuhan terhadapnya karena keterikatan hukum-hukum syara’, menolong orang yang terzhalimi dari yang menzhalimi, menutuskan persengketaan yang merupakan sumber kerusakan, dan kemaslahatan-kemaslahatan lainnya yang tidak bisa tegak tanpa keberadaan seorang Imam.” ['Alauddin al-Kasaniy, Badai’ ash-Shonai' fii Tartib asy-Syarai', juz 14 hlm 406]
  • Imam Al Qurthubi dari madzhab Maliki:
هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة؛ يسمع له ويطاع؛ لتجتمع به الكلمة وتنفذ به أحكام الخليفة، ولا خلاف في وجوب ذلك بين الأمة، ولا بين الأئمة إلا ما روي عن الأصم حيث كان عن الشريعة أصم
“Ayat ini (Al-Baqarah: 30) merupakan landasan bagi pengangkatan seorang Imam dan Kholifah yang didengarkan dan ditaati, agar suara kaum muslim bersatu, dan diterapkannya hukum-hukum kholifah.Tidak ada pertentangan di kalangan umat Islam dan para Ulama tentang wajibnya Khilafah, kecuali yang diriwayatkan dari Al-Ashamm, yang mana dia benar-benar tuli terhadap syari’at.” [Al-Qurthubi Al-Malikiy, Al-Jami' li Ahkami Al-Quran, juz 1 hlm 265]
  • Imam An-Nawawi dari madzhab Asy-Syaafi’i:
وأجمعوا على أنه يجب على المسلمين نصب خليفة ووجوبه بالشرع لا بالعقل ، وأما ما حكي عن الأصم أنه قال : لا يجب ، وعن غيره أنه يجب بالعقل لا بالشرع فباطلان
“… dan mereka (para ulama) bersepakat bahwa wajib atas kaum muslim untuk mengangkat seorang kholifah, dan wajibnya berdasarkan nash syara’ bukan berdasarkan logika. Adapun yang dikisahkan dari Al-Ashamm bahwa dirinya berkata: tidak wajib, dan (yang dikisahkan) dari selainnya (yang mengatakan) bahwa wajibnya berdasarkan logika bukan berdasarkan nash syara’, maka keduanya adalah pendapat yang bathil.” [An-Nawawi, Syarh Shohih Muslim, juz 6 hlm 291]
  • Imam Umar bin Ali bin Adil dari madzhab Hambali:
هذه الآية (البقرة 30) دليلٌ على وجوب نصب إمام وخليفة يسمع له ويُطَاع ، لتجتمع به الكلمة ، وتنفذ به أحكام الخليفة ، ولا خلاف في وجوب ذلك بَيْنَ الأئمة ، إلاّ ما روي عن الأصَمّ وأتباعه أنها غير واجبةٍ في الدين
“Ayat ini (al-baqarah 30) merupakan dalil atas wajibnya mengangkat imam dan kholifah yang didengarkan dan ditaati, guna persatuan suara kaum muslimin, dan diterapkannya hukum-hukum kholifah. Tidak ada perbedaan dalam wajibnya hal tersebut diantara para ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-Ashamm dan para pengikutnya, bahwa ia (khilafah) tidak wajib dalam agama.” [Umar bin Ali bin Adil, Tafsir al-Lubab fii 'Ulumi al-Kitab, juz 1 hlm 204]
  • Abdurrohman Al-Jaziri:
اتفق الأئمة رحمهم الله تعالى على أن الإمامة فرض ، وأنه لا بد للمسلمين من إمام يقيم شعائر الدين ويُنصف المظلومين من الظالمين .
“Para Imam (An-Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris, dan Ahmad bin Hambal) rahimahumullaah telah bersepakat bahwa Imamah adalah wajib, bahwa harus ada seorang Imam bagi kaum muslim yang menegakkan syi’ar-syi’ar agama, dan menolong mereka yang terzhalimi dari orang-orang yang menzhalimi.” [Abdurrohman Al-Jaziri, Al-Fiqh 'ala al-Madzahibi al-'Arba'ah, juz 5 hlm 308] 
  • Ibn Hazm dari madzhab Adz-Dzahiri:
اتفق جميع أهل السنة وجميع المرجئة وجميع الشيعة وجميع الخوارج على وجوب الإمامة وأن الامة واجب عليها الإنقياد لإمام عادل يقيم فيهم أحكام الله ويسوسهم بأحكام الشريعة التي آتى بها رسول الله صلى الله عليه وسلم ، حاشا النجدات من الخوارج
“Telah bersepakat seluruh Ahli Sunnah, seluruh Murji’ah, Seluruh Syi’ah, Seluruh Khawarij atas wajibnya Imamah, dan bahwa wajib atas umat untuk tunduk terhadap seorang Imam yang adil, yang menegakkan hukum-hukum Alloh swt di tengah-tengah mereka, serta mengurus urusan-urusan mereka dengan hukum-hukum syari’at yang dibawa Rosululloh saw, kecuali kalangan An-Najdaat dari kelompok kawarij.” [Ibn Hazm, Al-Fashl fi Al-Milal wa Al-Ahwa' wa An-Nihal, juz 4 hlm 72] 
Tidak hanya wajib, khilafah juga merupakan perkara penting dan mendesak, sehingga para sahabat lebih mendahulukannya daripada menunaikan kewajiban memakamkan jenazah Nabi Muhammad saw. Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy menyatakan:

اعلم أيضا أن الصحابة رضوان الله تعالى عليهم أجمعين أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب بل جعلوه أهم الواجبات حيث اشتغلوا به عن دفن رسول الله واختلافهم في التعيين لا يقدح في الإجماع المذكور
“Ketahuilah juga bahwa para sahabat ra telah bersepakat bahwa pengangkatan seorang Imam setelah berakhirnya masa kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya kewajiban yang terpenting, dimana mereka menyibukkan diri dengannya dari memakamkan Rosululloh saw. Sedangkan perbedaan mereka dalam penentuan (siapa kholifahnya) tidak membatalkan ijma’ yang telah disebutkan.” [Ibnu Hajar al-Haitamiy, Ash-Showa'iq Al-Muhriqoh, juz 1 hlm 25]
Terakhir, ada baiknya merenungkan apa yang dilantunkan Hanzhalah bin Ar-Rabi’ ra, sahabat sekaligus juru tulis Nabi saw, saat beliau menyaksikan konspirasi yang dilakukan sebagian penduduk Mesir, Kufah, dan Bashrah dalam rangka melengserkan kholifah Utsman bin ‘Affan ra dari kekhilafahan.
عجبت لما يخوض الناس فـيه * يرومون الخلافة أن تزولا
ولو زالت لزال الخير عنـهم * ولاقوا بعدها ذلا ذلـيلا
وكانوا كاليهود أو النصارى * سواء كلهم ضلوا السبيلا
“Aku heran dengan apa yang menyibukkan orang-orang ini # mereka berharap agar khilafah segera lenyap”
“Jika ia sampai lenyap sungguh akan lenyap pula semua kebaikan dari mereka # dan mereka akan menjumpai kehinaan yang amat sangat.”
“Adalah mereka kemudian seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani # mereka semua sama-sama berada di jalan yang sesat.”
[Ibnu Al-Atsiir, Al-Kamil fi At-Tarikh, juz 2 hlm 17]

Metode Dakwah Mendirikan Khilafah
Mendirikan Khilafah adalah sebuah aktivitas yang harus ditetapkan berdasarkan dalil syara’, karena hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’. Apabila ditelusuri dengan cermat, maka akan ditemukan di dalam kitab-kitab sirah nabawiyyah bentuk-bentuk aktivitas Rosululloh saw dalam rangka mendirikan pemerintahan Islam untuk pertama kalinya, yaitu aktivitas dakwah Beliau selama periode Mekah sebelum tegaknya Daulah Islamiyyah pertama di Madinah Al-Munawwaroh.
Sirah Nabawiyyah selama berasal dari riwayat yang shahih maka terhitung dalil syara’ dan bisa digunakan sebagai hujjah (argumen). Ia tak ubahnya seperti hadits Nabi saw yang lain, karena di dalamnya juga mengandung perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rosululloh saw [Qodhiy An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah,  juz 1 hlm 352]. Selain juga menjadikan Beliau sebagai suri tauladan adalah perintah Alloh swt.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا [الأحزاب: 21]
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Alloh.” (QS. Al-Ahzaab [33]: 21)

Selama periode Mekah, aktivitas dakwah Rosululloh saw terbagi menjadi tiga fase:
1)    Marhalah At-Tatsqiif (fase pengkaderan)
Yaitu Rosululloh saw mengkader para sahabat yang pertama masuk Islam, untuk dipersiapkan menjadi pengemban dakwah islamiah. Proses ini dilakukan secara rahasia di rumah Al-Arqom bin Abi Al-Arqom ra, dan berlangsung selama tiga tahun pertama.
2)    Marhalah Al-Mu’amalah ma’a Al-Ummah (fase interaksi dengan umat)
Yaitu Rosululloh saw dan para sahabat Beliau, memulai dakwah secara terang-terangan di tengah-tengah masyarakat. Melakukan ash-shiraa’ al-fikri (pergolakan pemikiran) dan al-kifaah as-siyaasi(perjuangan politik). Fase ini dimulai sejak turunnya perintah Alloh swt untuk mendakwahkan Islam secara terang-terangan.
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ [الحجر: 94]
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr [15]: 94)
 3)    Tholab An-Nushroh (mencari dukungan ahli nushroh)
Yaitu usaha Rosululloh saw mendatangi kabilah-kabilah Arab untuk menyeru mereka kepada Islam, dan menawarkan dirinya untuk dilindungi dalam mendakwahkan Islam sarta diberi kekuasaan penuh untuk menerapkannya atas umat Islam. Aktivitas ini dilakukan sejak turunnya perintah Alloh swt kepada Rosul-Nya untuk mencari dukungan Ahli Nushroh.
عن ابن عباس : حدثنى على بن أبى طالب قال : لما أمر الله نبيه أن يعرض نفسه على قبائل العرب خرج و أنا معه و أبو بكر إلى منى ، حتى دفعنا إلى مجلس من مجالس العرب
Dari Ibnu Abbas ra, Ali bin Abi Thalib ra berkata kepadaku: Tatkala Alloh swt memerintahkan Nabi-Nya saw untuk menawarkan dirinya (untuk dilindungi) kepada kabilah-kabilah Arab, maka Beliau keluar (untuk itu) bersamaku dan Abu Bakar ra ke Mina, hingga mendorong kami ke majlis di antara majlis-majlis Arab. (HR. Al-Hakim, Abu Nu’aim, dan Al-Baihaqi – hadits Hasan)
Metode mendirikan pemerintahan Islam melalui Tholabu An-Nushroh ini merupakan wahyu dari Alloh swt yang sifatnya wajib. Tidak karena semata-mata dilakukan oleh Rosululloh saw, tapi lebih daripada itu sikap mulaazamah Beliau dalam menjalankannya. Tercatat dalam kitab-kitab sirah belasan bahkan menurut sebagian riwayat mencapai 21 nama kabilah yang pernah didatangi oleh Rosululloh saw untuk tujuan tersebut. Diantaranya riwayat dari Az-Zuhri yang dikutip oleh Ibnu Qoyyim berikut.
وكان ممن يسمى لنا من القبائل الذين أتاهم رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعاهم وعرض نفسه عليهم بنو عامر بن صعصعة ومحارب بن حصفة وفزارة وغسان ومرة وحنيفة وسليم وعبس وبنو النضر وبنو البكاء وكندة وكلب والحارث بن كعب وعذرة والحضارمة فلم يستجب منهم أحد
Dan diantara yang disebutkan kepada kami dari nama kabilah-kabilah yang didatangi Rosululloh saw, Beliau seru mereka, dan Beliau tawarkan diri beliau kepada mereka, adalah: Bani Amir bin Sha’sha’ah, Muharib bin Hashafah, Fazarah, Ghassan, Murrah, Hanifah, Sulaim, ‘Abas, Bani An-Nadhr, Bani Al-Baka’, Kindah, Kalb, Al-Harits bin Ka’ab, ‘Adzrah, dan Al-Hadharimah. Dan tidak satupun dari mereka yang menerima (tawaran Nabi saw tersebut)”  [Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, Zad Al-Ma’ad, juz 3 hlm 38]
Beliau melakukan Tholabun Nushroh tersebut baik dalam kondisi lapang maupun sempit sejak setelah wafatnya Abu Thalib hingga an-Nushroh (pertolongan) benar-benar turun melalui tangan suku Aus dan Khozroj di Yatsrib. Dalam ‘ilmu Ushul Fiqh, sikap mulaazamah semacam ini merupakan qariinah (indikasi) yang menunjukkan bahwa suatu aktivitas hukumnya wajib [al-‘Alim ‘Atho bin Kholil, Taisir Al-Wushul ila Al-Ushul, hlm 21].
Aktivitas Tholabun Nushroh bukan semata-mata menyeru suatu kabilah (melalui kepala kabilahnya) untuk masuk Islam saja tanpa ada unsur politik (kekuasaan) sama sekali. Digambarkan di beberapa riwayat ada kabilah-kabilah tertentu yang melakukan negosiasi dari tawaran Rosululloh saw tersebut. Diantaranya adalah Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah berikut ini.
عن الزهري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أتى بني عامر بن صعصعة فدعاهم إلى الله عز وجل وعرض عليهم نفسه فقال له رجل منهم – يقال له بيحرة بن فراس – : والله لو أني أخذت هذا الفتى من قريش ، لأكلت به العرب ، ثم قال أرأيت إن نحن بايعناك على أمرك ، ثم أظهرك الله على من خالفك ، أيكون لنا الأمر من بعدك ؟ قال الأمر إلى الله يضعه حيث يشاء فقال له أفتهدف نحورنا للعرب دونك ، فإذا أظهرك الله كان الأمر لغيرنا لا حاجة لنا بأمرك ، فأبوا عليه
Dari Az-Zuhri, bahwa Rosululloh saw suatu ketika mendatangi Bani Amir bin Sha’sha’ah, kemudian menyeru mereka kepada Alloh swt dan menawarkan diri Beliau kepada mereka, lalu berkata seorang laki-laki dari mereka – dikenal dengan nama Baiharah bin Faras -: Demi Alloh jika aku mengambil pemuda ini dari tangan suku Quraisy niscaya aku akan memakan (memerangi) bangsa Arab, kemudian dia melanjutkan: Bagaimana pendapatmu, jika kami membai’atmu atas perkaramu (yang kamu tawarkan) itu kemudian Alloh swt memenangkanmu dari siapa-siapa yang menentangmu, apakah sepeninggalmu perkara tersebut (kekuasaan) menjadi milik kami?, Nabi saw menjawab: “Perkara tersebut kembali kepada Alloh swt, Dia akan memberikannya kepada siapa-siapa yang dikehendaki-Nya”. Kemudian dia berkata: Apakah engkau hendak mengorbankan leher-leher kami bagi suku-suku Arab demi melindungimu, tapi jika Alloh memenangkanmu nanti perkara tersebut diberikan kepada selain kami, kami tidak butuh pada perkaramu itu, maka mereka enggan menerima tawaran tersebut. [Ibnu Hisyam, As-Siroh An-Nabawiyyah,  juz 1 hlm 424-425]
Apabila Tholabun Nushroh dilakukan terhadap ahlul quwwah (pemilik kekuatan) muslim dari kalangan penguasa atau militer, maka bentuknya bukan seruan untuk masuk Islam, melainkan seruan untuk taat kepada Alloh swt dengan menerapkan hukum-hukumNya secara menyeluruh, mewujudkan kembali kehidupan Islami, dan seruan untuk melindungi dakwah islamiyyah ke seluruh penjuru dunia.

Menyikapi Perbedaan Metode dalam Mendirikan Khilafah
Perbedaan metode dalam menegakkan khilafah ada dua macam: pertama, metode yang merupakan hasil istinbath dari nash-nash syara’, dan kedua, metode yang bukan merupakan hasil istinbath dari nash-nash syara’. Untuk pendapat yang termasuk golongan yang pertama mendapat toleransi untuk dianggap sebagai ra’yun islamiy sedangkan golongan yang kedua tidak. Berikut beberapa diantaranya.
a.  Mendirikan Khilafah dengan menggunakan “tangan” (aktivitas fisik)
Pendapat tersebut dilandaskan pada sabda Rosululloh saw:
عن أبي سعيد سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
Dari Abu Sa’id berkata, aku mendengar Rosululloh saw bersabda: “Siapa-siapa diantara kalian yang menjumpai kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya Iman.” (HR. Muslim)
Mereka beralasan bahwa penerapan sistem selain Islam adalah kemungkaran yang sangat besar, serta memahami “merubah dengan tangan” sebagai aktivitas fisik langsung berupa kekerasan.
b.  Mendirikan Khilafah dengan bermusyarakah dalam sistem kufur
Metode ini bukan hasil istinbath terhadap nash-nash syara’, landasannya adalah logika semata. Seperti: jika mau merubah sistem harus dengan masuk sistem, alias tidak mungkin merubah sistem dari luar sistem; Memilih yang paling ringan diantara dua keburukan (إرتكاب أهون الشرين) jika meninggalkan musyarakah maka akan dikuasai orang-orang kafir; penerapan Islam secara bertahab; dll.
Adapun dalil yang diada-adakan, misal menjadikan anggapan musyarakah Nabi Yusuf as dalam kerajaan Fir’aun sebagai dalil. Yang demikian itu adalah istidlal yang tidak dibenarkan berdasarkan beberapa hal:
1) Syari’at nabi-nabi terdahulu tidak berlaku bagi umat nabi Muhammad saw. (شرع من قبلنا ليس شرعا لنا)
2) Jika pun mengikuti pendapat yang menganggap syari’at nabi-nabi terdahulu juga berlaku bagi umat nabi Muhammad saw, maka dalam perkara ini syari’at nabi Yusuf as. telah di-naskh (dihapus) dengan syari’at nabi Muhammad saw. Karena Nabi Muhammad saw pernah ditawari untuk bermusyarakah, tapi beliau tolak.
قال ابن إسحاق : حدثني يزيد بن زياد عن محمد بن كعب القرظى قال : حدثت أن عتبة بن ربيعة، وكان سيدًا، قال يومًا ـ وهو في نادى قريش، ورسول الله صلى الله عليه وسلم جالس في المسجد وحده : يا معشر قريش، ألا أقوم إلى محمد فأكلمه وأعرض عليه أمورًا لعله يقبل بعضها، فنعطيه أيها شاء ويكف عنا ؟ وذلك حين أسلم حمزة رضي الله عنه ورأوا أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يكثرون ويزيدون، فقالوا : بلى، يا أبا الوليد، قم إليه، فكلمه، فقام إليه عتبة، حتى جلس إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال : يابن أخي، إنك منا حيث قد علمت من السِّطَةِ في العشيرة، والمكان في النسب، وإنك قد أتيت قومك بأمر عظيم، فرقت به جماعتهم، وسفهت به أحلامهم، وعبت به آلهتهم ودينهم، وكفرت به من مضى من آبائهم، فاسمع منى أعرض عليك أمورًا تنظر فيها لعلك تقبل منها بعضها . قال : فقال رسول صلى الله عليه وسلم : ( قل يا أبا الوليد أسمع ) قال : يابن أخي، إن كنت إنما تريد بما جئت به من هذا الأمر مالًا جمعنا لك من أموالنا حتى تكون أكثرنا مالًا، وإن كنت تريد به شرفًا سودناك علينا حتى لا نقطع أمرًا دونك ، وإن كنت تريد به ملكًا ملكناك علينا، وإن كان هذا الذي يأتيك رئيًا تراه لا تستطيع رده عن نفسك طلبنا لك الطب، وبذلنا فيه أموالنا حتى نبرئك منه، فإنه ربما غلب التابع على الرجل حتى يداوى منه حتى إذا فرغ عتبة ورسول الله صلى الله عليه وسلم يستمع منه قال : أقد فرغت يا أبا الوليد ؟ قل نعم . أن عتبة استمع حتى إذا بلغ الرسول صلى الله عليه وسلم قوله تعالى : { فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِّثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ } [ فصلت : 13 ] قال : حسبك، حسبك، ووضع يده على فم رسول الله صلى الله عليه وسلم، وناشده بالرحم أن يكف، وذلك مخافة أن يقع النذير، ثم قام إلى القوم فقال ما قال . (الرحيق المختوم – ج 1 / ص 82)
 c. Mendirikan Khilafah dengan memulainya dari pendidikan, perbaikan akhlak, perbaikan ekonomi, memperbanyak amalan-amalan sunnah, dsb.
Metode ini juga bukan hasil istinbath terhadap nash-nash syara’, landasannya adalah logika sebagaimana di atas. Memang semua itu termasuk amal shalih, tapi semua itu bukan metode untuk menegakkan khilafah, selain juga tidak sesuai dengan aktivitas yang dilakukan oleh Rosululah saw selama periode Mekah.

Kewajiban Mendirikan Jama’ah dan Kewajiban Berjama’ah
Mendirikan jama’ah yang aktivitasnya adalah dakwah kepada Islam, amar makruf dan nahi munkar, hukumnya adalah fardhu kifayah, berdasarkan:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ [آل عمران: 104]
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali ‘Imraan [3]: 104) 
 والمقصود من هذه الآية أن تكون فرْقَة من الأمَّة متصدية لهذا الشأن، وإن كان ذلك واجبا على كل فرد من الأمة بحسبه
“Maksud dari ayat ini, hendaknya ada suatu kelompok dari umat Islam yang konsisten melaksanakan tugas ini (menyeru kepada Islam, memerintahkan kepada yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar), meskipun hal tersebut juga wajib bagi setiap individu muslim.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim, juz 2 hlm 91]
Demikian pula bergabung dengan jama’ah dakwah, hukum asalnya fardhu kifayah. Namun tatakala kewajiban menegakkan Khilafah tidak bisa dilakukan secara individu, karena secara faktual sistem pemerintahan tidak bisa dijalankan oleh seorang diri, maka wajib hukumnya memperjuangkannya secara berjama’ah. Dan saat itu bergabung dengan jama’ah dakwah dalam rangka menegakkan Khilafah menjadi wajib atas setiap muslim hingga khilafah benar-benar berdiri, menurut kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“Sesuatu yang kewajiban tidak bisa sempurna tanpanya maka dia hukumnya wajib”
 Wallohu ’Azza wa Jalla A’lam []
  (Syabab HTI Mahaliyyah Rancaekek Timur)

(Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-35) : Jangan Saling Menzalimi

Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلهُ وَلاَ يَكْذِبُه وَلاَ يَحْقِرُه . التَّقْوَى هَا هُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ. بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُّهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Janganlah kalian saling dengki, jangan saling menipu, jangan saling menjauhi, dan jangan sebagian kalian membeli di atas pembelian yang lain.  Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.  Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya, enggan membelanya, membohonginya dan menghinanya.  Takwa itu di sini—Rasul menunjuk dada beliau tiga kali. Keburukan paling keterlaluan seseorang adalah ia menghina saudaranya yang Muslim.  Setiap Muslim atas Muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya dan kehormatannya (HR Muslim dan Ahmad)
Di dalam hadis ini Rasulullah saw. melarang kita dari beberapa perkara. Pertamalâ tahâsadû, jangan saling hasadHasad adalah merasa iri/dengki atas kenikmatan/kelebihan orang lain disertai harapan agar semua itu hilang dari orang lain itu, baik disertai harapan agar berpindah kepada dirinya atau tidak.  Hasad hukumnya haram, baik dalam hal duniawi atau hal agama.  Apalagi jikahasad itu disertai tindakan, perbuatan atau ucapan, langsung atau tidak langsung, agar kenikmatan/kelebihan itu hilang dari pemiliknya.
Adapun berharap agar kenikmatan/kelebihan itu juga dimiliki tanpa berharap agar hal itu hilang dari yang punya, hal seperti itu tidak disebut hasad melainkan ghibthah (cemburu), dan tidak tercela.  Hanya saja, jika ghibthah itu dalam hal duniawi maka hendaknya tidak menjadi kebiasaan.  Dalam hal duniawi, Nabi saw. menyuruh agar melihat ke yang lebih bawah. Adapun dalam hal agama, Nabi saw. bersabda:
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهْوَ يَقْضِى وَيُعَلِّمُهَا
Tidak boleh ada hasad kecuali dalam dua hal: lak-laki yang Allah beri harta lalu ia habiskan di dalam kebenaran dan laki-laki yang Allah beri hikmah lalu ia gunakan untuk memutuskan dan ia ajarkan (HR al-Bukhari, Muslim, Ibn Majah, Ahmad)
Hasad yang dimaksudkan di sini adalah ghibthah, disebut hasad secara isti’arah sebab secara bahasa sama dengan hasad.
Kedualâ tanâjasyû, larangan an-najasy secara umum.  Secara bahasa an-najasy artinya memprovokasi sesuatu dengan makar (tipudaya), trik dan tipuan. Jadi makna larangan itu: jangan memperlakukan atau bermuamalah dengan orang lain dengan tipuan, trik atau tipudaya.  Ini juga mencakup an-najasy dalam jual beli, yaitu menawar lebih tinggi bukan dengan maksud untuk membeli, melainkan hanya untuk memprovokasi pembeli agar membeli dengan harga yang tinggi.
Ketigalâ tabâghadhû (jangan saling membenci). Maknanya, jangan mempraktikkan apa saja yang bisa menyebabkan saling membenci dan jangan melakukan sesuatu yang bisa mendatangkan sikap saling benci.
Keempat:  lâ tadâbarû, larangan saling memunggungi. Diambil dari sikap tidak suka menemui saudaranya; membelakangi dan memalingkan wajah. Jadi ini adalah larangan untuk memutuskan hubungan dan mendiamkan sesama Muslim.  Di dalam Ash-Shahihayn, dari Abu Ayyub ra., disebutkan bahwa Nabi saw. melarang mendiamkan sesama Muslim lebih dari tiga hari.  Menurut Ibn Rajab al-Hanbali dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam, semua (tidak halal) itu dalam hal saling memutuskan/mendiamkan karena perkara duniawi.  Adapun karena perkara agama, maka boleh lebih dari tiga hari.  Hal itu dinyatakan oleh Imam Ahmad.  Dalilnya adalah kisah tiga orang yang tertinggal jihad dan Rasul memerintahkan untuk mendiamkan mereka satu bulan.  Al-Khathabi (Ma’âlim as-Sunan, IV/114) menyebutkan bahwa hajru orangtua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya, dan apa yang dalam makna itu sebagai ta’dib (pendidikan) maka boleh lebih dari tiga hari karena Nabi saw. pernah mendiamkan istri beliau satu bulan.
Kelima: larangan membeli di atas pembelian orang lain.  Yang harus diperhatikan, keharaman itu jika sudah ada bay’ (jual-beli), yakni sudah ada keputusan atau kesepakatan atas harga. Misal, terjadi kesepakatan harga sesuatu itu seribu, lalu orang ketiga berkata kepada pembeli, “Kembalikan barang itu atau batalkan. Kamu aku kasih harga sembilan ratus.” Atau orang ketiga berkata ke penjual, “Batalkan atau minta kembali barang itu. Aku beli dari kamu dengan harga seribu seratus.”  Adapun jika belum terjadi jual-beli, belum terjadi kesepakatan harga, maka tidak haram.  Meski hal itu sebaiknya tetap dijauhi sebab bisa menyebabkan kebencian.
Di sisi lain, Nabi saw. memerintahkan agar menjadi hamba-hamba yang bersaudara.  Nabi saw. menegaskan bahwa seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Karena itu, seorang Muslim terhadap Muslim lainnya tidak boleh menzalimi, enggan membela, membohongi dan menghina.
Nabi saw. juga mengisyaratkan bahwa semua itu merupakan bagian dari sikap takwa dan takwa itu bersumber dari apa yang ada di dada, yakni berpangkal dari hati, maksudnya berpangkal dari keimanan.  Lalu Nabi saw. mengingatkan, yang termasuk keburukan yang sudah keterlaluan adalah menghina atau merendahkan seorang Muslim. Sebab, sikap seperti itu merupakan bentukal-kibru (kesombongan).
Nabi saw. pun menegaskan bahwa darah, harta dan kehormatan seorang Muslim itu haram dilanggar, kecuali yang dibenarkan oleh syariah. Jadi haram ditumpahkan darahnya tanpa dibenarkan, dicederai secara fisik atau diintimidasi.  Hartanya haram diambil tanpa hak, dikelola atau dibelanjakan tanpa izinnya, diambil paksa, diserang, dirusak, dilanggar, dsb. Kehormatannya juga haram dicederai tanpa hak. Ghibah termasuk mencederai kehormatan seseorang. Kehormatan seorang Muslim itu juga mencakup kehormatan istrinya, putrinya, ibunya, anaknya, keluarganya dan siapa saja yang menjadi tanggung jawabnya.
WalLâh a’am bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]