Setelah ditunggu-tunggu sejumlah kalangan, kemarin (Senin, 7/5/07), Presiden SBY secara resmi akhirnya mengumumkan hasil reshuffe terbatas Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya, sejumlah media telah melansir isu reshuffle kabinet di Indonesia, khususnya setelah pernyataan pers yang disampaikan Presiden di Bogor, Jawa Barat (15/04/2007).
Dari sejumlah komentar terkait dengan masalah ini, terdapat komentar KH Hasyim Muzadi (19/04/2007) yang menyatakan, bahwa reshuffle itu harus lebih baik dan bukannya malah lebih buruk. Presiden PKS (20/04/2007) juga menyatakan, bahwa reshuffle tersebut penting segera dilakukan di bidang ekonomi, karena kondisi ekonomi dalam keadaan stagnan. Ada juga komentar yang bernada pesimis dari peneliti LIPI, Syamsuddin Haris (19/04/2007), yang menyatakan bahwa reshuffle kabinet tersebut tidak akan memberikan solusi apapun, karena kita telah melakukannya, dan reshuffle juga pernah kita lakukan pada akhir tahun 2005, namun kondisi pemerintahan tidak lebih baik dari sebelumnya.
Memang
benar, ada masalah besar. Masyarakat secara umum juga merasakan beban
ekonomi, sebagai dampak dari masalah tersebut. Biro Pusat Statistik
telah mempublikasikan, bahwa jumlah penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan pada tahun 2005 sebanyak 30 juta jiwa, dan pada tahun 2006
naik menjadi 39,5 juta jiwa. Bahkan, Bank Dunia mengatakan bahwa di Indonesia terdapat 110 juta orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Padahal, di Bank Indonesia
terdapat uang sebanyak Rp 210 triliun yang mandeg dan tidak diputar di
tengah masyarakat. Negara pun harus membayar bunganya kepada para
nasabah, tanpa bisa memanfaatkannya untuk menggerakkan roda perekonomian
di Indonesia.
Negara juga terpaksa membelanjakan Rp 744 triliun untuk membayar utang
sebelumnya berikut bunganya, atau sebesar 30% APBN. Jumlah itu jauh
lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan,
pertahanan, dan keamanan secara keseluruhan.
Pemerintah
mengklaim telah mengerahkan segenap daya dan upaya untuk memperbaiki
kondisi yang ada. Namun, alih-alih menjadi lebih baik, kondisinya justru
semakin memburuk. Masyarakat pun semakin gerah dan pesimis, termasuk
para menteri dan mereka yang duduk di pemerintahan. Harian Republika (19/04/2007), misalnya, telah menurunkan laporan bahwa ada 13 menteri (dari 35 menteri) terkena serangan jantung atau stroke.
Karena itu, salah seorang pendukung rezim ini mengatakan (15/04/2007),
“Kegagalan Presiden Yudhoyono untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat
akan menyebabkan mereka putus asa terhadap demokrasi, setelah
keputusasaan dan pesimisme tersebut menjangkiti seluruh lapisan
masyarakat.”
Wahai Kaum Muslim di Indonesia:
Masalahnya
sesungguhnya bukan hanya terletak pada orangnya, juga bukan hanya pada
bidang ekonomi saja. Sesungguhnya akar masalahnya ada pada pondasi
sistem yang mengakar di tengah masyarakat, juga terletak pada diri
mereka yang disebut sebagai penguasa, intelektual dan para pakar—meski
hakikatnya mereka bukanlah penguasa, intelektual dan para pakar; karena
mereka hanyalah orang-orang yang mengekor Barat secara membabi buta.
Allah SWT berfirman:
قَالَ
اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ
يَشْقَى. وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka siapa saja yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka; siapa saja
berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan
buta. (QS Thaha [20]: 123-124).
Masalah seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir merata di seluruh negeri Islam yang lain, bahkan seluruh negara yang disebut sebagai Dunia Ketiga. Para
penguasa di Dunia Ketiga—termasuk di dalamnya negeri-negeri Islam—tidak
percaya, baik kepada diri mereka sendiri, para intelektual, maupun
pakar-pakar mereka. Mereka hanya percaya kepada para pakar dari Barat
dan nasihat-nasihat mereka. Padahal sudah diketahui, Barat bertindak
berdasarkan asas manfaat secara individualistik. Negara-negara Barat
juga tidak pernah mempunyai nasihat yang jujur. Sebaliknya, mereka
justru menyesatkan siapa saja yang meminta nasihatnya. Tujuannya adalah
untuk merampas kekayaan dunia dengan cara-cara yang lunak, jika mereka
bisa; jika tidak bisa, mereka pun menggunakan cara-cara berdarah dan
destruktif jika memang mengharuskan seperti itu. Persis seperti yang
telah dan tengah dilakukan oleh Amerika saat ini di Irak, Afganistan, Somalia, dan Sudan…Terpecahnya wilayah Indonesia juga tidak jauh dari makar mereka. Namun, dengan izin Allah, makar mereka akan kembali membinasakan mereka sendiri.
Berbagai
nasihat menyesatkan yang diberikan oleh negara-negara Barat penjajah di
bidang ekonomi adalah seperti privatisasi kekayaan yang dikelola oleh
negara (BUMN), dan keharusan adanya investasi asing. Umumnya, penjualan
kepemilikan negara dan kepemilikan umum itu dilakukan kepada
perusahaan-perusahaan asing, karena mereka memiliki modal, sementara
rakyat negeri ini sendiri miskin, dan hanya memiliki sedikit modal.
Ketika perusahaan-perusahaan asing itu datang untuk menanamkan modalnya
di dalam negeri, mereka menuntut dibuatnya berbagai perundangan khusus
untuk mereka, yang membebaskan mereka dari pajak, serta membolehkan
mereka untuk memasukkan dan mengeluarkan apa saja yang mereka peroleh.
Mereka juga berhak menyelesaikan berbagai sengketa dengan negara tuan
rumah, bukan dengan undang-undang negara ini, melainkan dengan
undang-undang tersendiri yang telah dibuat, atau dengan menggunakan
undang-undang internasional. Negara-negara asing yang menjadi induk
perusahaan-perusahaan ini juga bisa melakukan intervensi, jika memang
diperlukan, untuk melindungi hak-hak yang menjadi konsesi
perusahaan-perusahaan tersebut. Akhirnya, perusahaan-perusahaan
multinasional tersebut benar-benar menguasai perekonomian dunia, dan
atas jaminan dari undang-undang perdagangan internasional yang
dipaksakan oleh Amerika atas nama globalisasi. Globalisasi inilah yang
juga telah membuka peluang negara-negara kaya untuk meningkatkan
cengkeraman mereka terhadap negara-negara miskin dan menjadikannya
semakin miskin, membebek dan tunduk. Allah SWT telah memperingatkan kita
akan hal itu dengan firman-Nya:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin. (QS an-Nisa’ [4]: 141).
Saat ini, Indonesia telah membuat undang-undang penanaman modal yang baru. Lalu apa gunanya reshuffle
menteri dengan menteri yang lain, betapapun hebatnya kemampuan sang
menteri itu, jika dia ditempatkan di dalam sebuah sistem yang akan
membuatnya menyeleweng, sementara dia sendiri tidak mampu mempengaruhi
sistem tersebut? Itu tak ubahnya seperti ungkapan penyair:
]ألقاهُ في اليَمِّ مكتوفاً وقال له: إيّاكَ إيّاكَ أن تَبْتَلّ بالماءِ[
Dia melemparnya ke laut dengan tubuh terikat dan berkata kepadanya:
Hati-hati, air itu akan membasahimu!
SWT telah mengingatkan kita dengan firman-Nya:
وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
(Yang
kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus. Karena itu, ikutilah
dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain),karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalannya. Yang demikian
itu diperintahkan Allah agar kalian bertakwa. (QS al-An‘am [6]: 153).
Indonesia adalah negara besar dan kaya. Indonesia mempunyai tangan-tangan terampil yang rajin dan murah. Indonesia
juga bisa menjadi pasar konsumen yang bisa digunakan untuk menjual
hasil-hasil pertanian, industri dan perdagangannya; tentu jika semuanya
itu berjalan mengikuti sistem yang benar serta pemerintahan yang ikhlas
dan terbebas dari penyesatan para pakar asing itu. Sayang, pada masa
Soeharto, misalnya, Indonesia
telah mengikuti berbagai rekomendasi Bank Dunia dan IMF hingga mata
uang dan perekonomiannya terperosok. Namun, semuanya itu tidak
membuatnya sadar dan menjadi pelajaran. Mereka yang disebut pakar dan
intelektual di Indonesia
dan Dunia Ketiga selalu memandang negara-negara Barat sebagai negara
yang sukses secara ekonomi. Sebabnya, pendapatan perkapita di sana
mencapai 20 atau 30 kali lipat pendapatan perkapita di negara-negara
Dunia Ketiga. Karena itu, mereka (para pakar dan intelektual) pun segera
mengambil nasihat dan masukan dari negara-negara Barat tersebut. Mereka
tidak tahu, bahwa pendapatan tinggi negara-negara Barat, yang paling
besar, adalah hasil penjajahan mereka terhadap kita dan perampokan
mereka terhadap kekayaan alam kita; juga dari larangan terhadap negeri
kita untuk menjadi negara industri agar tetap menjadi pasar bagi
produk-produk industri mereka. Mereka mengambil bahan-bahan mentah dari
negeri kita dengan harga semurah-murahnya dan menjualnya kembali kepada
kita dalam bentuk produk industri dengan harga setinggi-tingginya. Jadi,
kemakmuran ekonomi di Barat bukanlah merupakan bukti atas kesahihan
sistem ekonomi mereka, tetapi itu justru mebuktikan perampokan mereka
terhadap kekayaan alam kita dan larangan mereka terhadap para penguasa
kita untuk membangun industri berat, serta menghalang-halangi negeri
kita agar tidak terbebas dari belenggu penjajahan mereka.
Wahai Kaum Muslim di Indonesia dan di Seluruh Dunia:
Kita
saat ini berpeluang untuk menjadi negara adidaya di dunia. Sungguh,
umat Islam pernah menduduki posisi negara adidaya dunia selama
berabad-abad ketika berada di bawah naungan satu negara (Khilafah).
Allah SWT benar-benar telah menghendaki umat ini menduduki posisi
tersebut, berdasarkan firman-Nya:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kemakrufam dan kemungkaram, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3]: 110).
Sesungguhnya
Allah telah memuliakan kita dengan risalah Islam. Allah telah
memerintahkan kita agar menjadi pemimpin dunia. Allah telah memuliakan
kita dengan menjadikan negeri kita kaya akan berbagai kekayaan materi
yang dibutuhkan oleh dunia. Allah juga telah menjadikan kita berada pada
posisi strategis yang menentukan kepemimpinan dunia. Secara
kuantitatif, jumlah (demografi) kita juga cukup untuk memimpin dunia.
Ketika umat Islam memimpin dunia, umat ini tidak memimpin dunia untuk
menumpahkan darah, merampok kekayaan alamnya dan menghinakan dunia.
Namun, umat ini memimpinnya untuk mengubah dunia dari kegelapan menuju
cahaya, dari kesesatan menuju petunjuk, dan dari kenestapaan menuju
kebahagiaan. Allah SWT telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa risalah
ini sebagai rahmat bagi seluruh dunia (rahmatan lil ‘alamin):
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tiadalah kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS al-Anbiya’ [21]: 107).
Lalu, apakah kita masih memiliki keimanan dan keinginan kuat seperti ini, dan bersedia menyambut seruan Rabb kita?
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا ِللهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika
dia menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian (QS al-Anfal [8]: 24). []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar